KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyebut industri perbankan saat ini masih dibayang-bayangi pengetatan likuiditas. Hal demikian tercermin dari laju kredit yang bertumbuh pesat mencapai 11,83% yoy, semetara dana pihak ketiga (DPK) tertinggal dengan pertumbuhan hanya 5,80% secara tahunan pada Januari 2024. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan dalam menyikapi gap tersebut, perbankan menempuh dua cara yakni mengalihkan alat likuid dari surat-surat berharga dan penguatan pendanaan non-DPK.
Gap antara pertumbuhan kredit dan DPK ini juga terlihat di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI).
Baca Juga: BRI Setor Dividen dan Pajak Rp 149,2 Triliun ke Negara Dalam 5 Tahun Terakhir Berdasarkan paparan kinerja yang dikutip (23/2) penyaluran kredit tumbuh pesat 11,2% yoy menjadi Rp1.266,4 triliun, DPK yang berhasil dihimpun sebesar Rp 1.358,3 triliun atau tumbuh 3,9% yoy. Kendati demikian, BRI terus menjaga kondisi likuiditas melalui permodalan yang memadai. Hal itu tercermin dari LDR BRI pada akhir Desember lalu sebesar 84,22% dan rasio kecukupan modal (CAR) di level memadai sebesar 27,3%. “Di tengah ketatnya likuiditas perbankan nasional yang merupakan dampak dari era suku bunga yang tinggi, BRI berhasil mengelola likuiditas secara
prudent,” kata Jumat, (23/2). Tentu saja, BRI juga melakukan upaya agar likuiditas tetap aman, salah satunya dengan pengelolaan sumber dana non-DPK dan aset non-pinjaman yaitu realokasi surat berharga ke instrumen yang lebih likuid.
Baca Juga: Semakin Kuat dan Hebat, BRI Cetak Laba Rp60,4 Triliun Menurut sekretaris perusahaan, hal itu dilakukan sebagai salah satu strategi untuk mendukung kebutuhan likuiditas
core business, yaitu mendorong pertumbuhan penyaluran pinjaman. BRI secara konsisten menerapkan strategi “
just right liquidity” untuk menjaga likuiditas di level yang optimal.
Hendi memberi contoh pada waktu pandemi juga likuiditas perbankan berlebih di pasar dan yang dilakukan BRI adalah mengubah struktur pendanaan dengan berfokus pada dana murah atau CASA. Alhasil komposisi CASA meningkat dan CoF (Cost of Fund) lebih efisien.
Baca Juga: Harga Saham BBRI Sentuh All Time High, Kapitalisasi Pasarnya Tembus Rp 913 Triliun Dengan upaya-upaya yang dilakukan, termasuk menjaga permodalan agar tetap memadai, BRI kembali memasang target yang cukup agresif di tahun ini. BRI optimistis dapat mendorong penyaluran kredit tumbuh sebesar 10%-11% secara tahunan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli