BRI respons positif aturan perluasan simpanan



JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dalam waktu dekat akan merampungkan dua aturan baru. Aturan anyar ini salah satunya akan membantu melonggarkan usaha perbankan memburu likuiditas. Caranya, bank sentral memperluas cakupan definisi simpanan. Selama ini, perhitungan rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) hanya menghitung dana simpanan nasabah atau dana pihak ketiga (DPK). Nah, aturan baru bakal memasukkan surat berharga yang diterbitkan bank dalam komponen tersebut. Misalnya, obligasi, medium term notes (MTN) dan Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragun Aset (KIK-EBA). Bank sentral juga bakal menggelar sosialisasi dua aturan baru perbankan pada Mei nanti. Aturan ini direspon positif oleh perbankan yang akan merilis surat utang pada tahun 2015 ini. Contohnya PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk. Sekretaris Perusahaan BRI, Budi Satria menyatakan, masuknya obligasi ke dalam komponen LDR tentu akan melonggarkan perbankan dalam memperhitungkan LDR. Menurutnya, perluasan cakupan definisi simpanan ini bisa menjadi salah satu pertimbangan perbankan untuk menerbitkan obligasi. Namun, imbuhnya, aturan anyar ini tidak secara otomatis membuat perbankan mempercepat jadwal penerbitan surat utangnya. "Ini karena penerbitan obligasi baik menyangkut jumlah maupun waktu penerbitannya terlebih dahulu dikaji secara baik sesuai dengan kebutuhan perusahaan," kata Budi kepada KONTAN, Rabu (15/4). BRI sendiri memajukan rencana penerbitan obligasi senilai Rp 12 triliun dari rencana semula akan diterbitkan pada 2016, menjadi tahun 2015 ini. Bank dengan kode emiten BBRI ini akan mulai menerbitkan obligasi denominasi rupiah pada semester II-2015 nanti secara bertahap sampai dengan tahun 2017. Obligasi yang akan dirilis BRI semester II-2015 nanti sebesar Rp 3 triliun. Rencana BRI menerbitkan surat utang ini telah masuk dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) 2015 dan telah diajukan izinnya ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurut Budi, percepatan penerbitan obligasi BRI ini dikarenakan pertimbangan kebutuhan untuk melunasi surat utang yang telah jatuh tempo atawa refinancing serta untuk ekspansi pinjaman. "Alasan kami mempercepat tentu karena ada kebutuhan untuk menerbitkan, bukan karena pertimbangan perluasan cakupan definisi simpanan. Karena kalau asal menerbitkan surat utang padahal belum bisa disalurkan, malah akan membebani perusahaan karena ada biaya yang harus ditanggung," jelas Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan