JAKARTA. Bank Rakyat Indonesia (BRI) menilai tidak perlu adanya batasan minimum permodalan bagi bank di Indonesia untuk menjadi Qualified ASEAN Bank (QAB). Untuk itu, BRI menyarankan agar Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperjuangkan perbankan Indonesia yang sehat dan kuat diberi kesetaraan dengan perbankan ASEAN. Pernyataan tersebut disampaikan Budi Satria, Sekretaris Perusahaan BRI kepada KONTAN, Kamis (5/2). Pernyataan Budi berkaitan dengan pasar Indonesia yang besar dan justru diperebutkan perbankan ASEAN. "BI dan OJK harus merekomendasikan perbankan Indonesia yang sehat dan kuat tanpa harus memenuhi persyaratan modal yang setara dengan perbankan ASEAN lain yang sudah lebih dulu besar dan berkembang," tutur Budi.
Budi menjelaskan, dalam rangka QAB, sangat ironis jika perbankan Indonesia diharuskan memiliki modal besar atau sebanding dengan perbankan ASEAN lainnya. Padahal, perbankan ASEAN di luar Indonesia memiliki pasar dan net interest margin (NIM) yang lebih kecil. Dengan begitu, Budi melihat, pasar yang besar, potensial dan menguntungkan di ASEAN justru berasal dari industri perbankan Indonesia. "Artinya, mereka (perbankan ASEAN di luar Indonesia) leluasa masuk ke pasar Indonesia yang memiliki margin keuntungan tinggi," jelas Budi. Sejatinya, bank QAB tidak ada persyaratan modal minimum. Tapi, skala modal menjadi pertimbangan regulator. Di Indonesia, bank yang bisa menjadi QAB adalah Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV. Belakangan, Indonesia ingin menyelesaikan kesepakatan resiprokal dengan Malaysia. Poin penting asas resiprokal adalah keseimbangan dalam jumlah bank yang boleh ekspansi di seluruh ASEAN atau QAB. Ambil contoh, bank asal Malaysia yang telah beroperasi di Indonesia berjumlah dua bank. Itu artinya, ada dua bank asal Indonesia yang bebas ekspansi ke Malaysia. Nah, jika jumlah bank yang beroperasi di kedua belah negara belum seimbang, maka tidak boleh ada aksi akuisisi dari bank asing.