JAKARTA. Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Sofyan Basir meminta adanya pembuktian gratifikasi pengadaan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) milik Diebold Inc, asal Amerika Serikat kepada empat bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Sofyan, pengiriman karyawan BRI ke pabrik Diebold mengacu undangan yang diperoleh dari perusahaan yang bersangkutan. Sofyan menilai, dana yang dikeluarkan pihak Diebold untuk itu selayaknya dana marketing yang dianggap Sofyan lumrah di dunia bisnis. Sebab, kata Sofyan, dalam rangka memasarkan suatu produk, perusahaan bersangkutan harus mempresentasikan produk yang dijualnya. "Dibuktikan dulu itu gratifikasi atau bukan. Kalau itu undangan tertulis resmi perusahaan, apa bisa dibilang itu sebagai gratifikasi?” tegas Sofyan di di Gedung Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Rabu (6/11).
Untuk itu, Sofyan menyatakan, memenuhi undangan produsen ATM bukanlah bentuk gratifikasi. Sebab, Diebold mengundang bank untuk melihat pabrik ATM, service level dan juga market share. “Tujuannya supaya pembeli bisa percaya dengan produk yang mereka jual. Dan dalam bisnis apapun, itu sah-sah saja," terang Sofyan Diebold diberitakan telah mengeluarkan dana Rp 1,6 miliar selama 5 tahun untuk mengundang empat bank BUMN. Dana itulah yang dianggap gratifikasi. Namun, bagi Sofyan, dana itu bukanlah dana gratifikasi melainkan dana marketing. Jika diperinci per tahunnya, maka setiap bank dari empat BUMN itu akan kebagian Rp 80 juta. menurut Sofyan, bagi bank sekaliber BRI, nilai Rp 80 juta untuk tiket pesawat itu tidaklah seberapa. "Ini mencemarkan perbankan nasional yang beraset Rp 1.300 triliun. Itu sangat menghina. Saya tidak sepakat dengan pembusukan seperti itu," tegas Sofyan. Menurutnya, BRI mampu membiayai karyawan jika harus mengeluarkan biaya untuk berkunjung ke pabrik Diebold. Sebab, kunjungan karyawan BRI itu untuk kepentingan bank. "Kasihan betul bank BUMN jika uang sebesar Rp 80 juta menjadi masalah. Kurang ajar benar asing itu," tegas Sofyan. Diebold melanggar UU Anti Korupsi AS Catatan saja, beberapa waktu lalu, produsen mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) asal Ohio, Amerika Serikat (AS), Diebold Inc. melalui anak usahanya diduga melakukan penyuapan terhadap pejabat bank milik pemerintah di beberapa negara untuk pengadaan mesin ATM. Putusan Securities and Exchange Commission (SEC) AS menyatakan, Diebold melanggar Undang-Undang Anti Korupsi di Luar Negeri yang menyuap bank milik pemerintah China dan Indonesia dengan wisata perjalanan guna memenangkan bisnis. Dalam keterangan resmi Departemen Kehakiman AS, seperti dilansir kantor berita
Reuters (22/10), SEC menyatakan Diebold setuju membayar lebih dari US$ 48 juta untuk menyelesaikan tuduhan SEC dan menyelesaikan masalah kriminal paralel. Anak usaha Diebold di China dan Indonesia diduga telah menghabiskan sekitar US$ 1,8 juta untuk perjalanan, hiburan, dan hadiah lainnya yang tidak pantas untuk pejabat senior dari bank. Hal itu disinyalir dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Sekitar US$ 1,6 juta atau Rp 17,45 miliar dikeluarkan untuk menyuap pejabat bank milik pemerintah guna melancarkan proyek mereka di China. Sedangkan untuk menyuap pejabat bank BUMN di Indonesia, perusahaan tersebut diduga mengeluarkan dana US$ 147.000 atau setara Rp 1,6 miliar.
Menurut tuntutan SEC yang diajukan di Pengadilan Federal di Washington DC, pelanggaran yang dilakukan Diebold terjadi pada periode 2005-2010. Suap pejabat bank milik pemerintah di China dan Indonesia diberikan dalam bentuk perjalanan gratis ke tujuan wisata populer di AS dan Eropa. Pengeluaran Diebold tersebut dicatat dalam pembukuan dan catatan perusahaan sebagai biaya pelatihan yang sah. Tujuan wisata perjalanan yang diberikan kepada pejabat bank itu antara lain; Grand Canyon, Napa Valley, Disneyland, Universal Studios, Las Vegas, New York City, Chicago, Washington DC, dan Hawaii. Selain itu, para pejabat bank tersebut juga diberikan liburan ke Eropa. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Asnil Amri