BRI Terapkan Strategi Hybrid Bank Untuk Menyasar Seluruh Masyarakat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mengusung konsep hybrid bank agar mampu melayani seluruh lapisan masyarakat hingga pelosok negeri di era transformasi digital.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan pihaknya berupaya keras mendidik dan mengajarkan masyarakat untuk masuk ke dalam ekosistem keuangan dengan tidak membeda-bedakan. Terlebih di era digital, perusahaan tidak eksklusif hanya melayani masyarakat yang bisa disentuh dengan digital saja, tapi juga yang belum melek digital pun harus dapat dilayani.

“Oleh karena itu strategi hybrid bank yang paling tepat bagi BRI. Tidak melulu digital, tapi tidak juga melulu konvensional. Bahwa nanti masyarakat bertransformasi menjadi masyarakat digital, kita siapkan dengan digital banking," kata Sunarso dalam keterangan resmi, Sabtu (14/8). 


Baca Juga: Ini 10 BUMN Penyetor Dividen Terbesar hingga Juli 2022

Sebab, kata Sunarso, masyarakat sekarang masih ada yang harus dilayani secara manual, bahkan didatangi ke kampung-kampungnya, desa-desa, yang membutuhkan kehadiran BRI. Berdasarkan laporan keuangan BRI hingga akhir kuartal II 2022, kontribusi transaksi melalui outlet konvensional kantor hanya 1,9% dibanding total transaksi. 

Persentase itu berbanding jauh dengan transaksi e-channel yang mencapai 98,1%, yang di dalamnya termasuk transaksi dari ATM, CDM, BRILink, BRIMO dan internet banking.

Untuk merealisasikan hybrid bank bahkan BRI memiliki sumber daya yang sangat memadai. Hingga semester pertama 2022, BRI memiliki branchless network melalui Agen BRILink sebanyak 570.000 di seluruh penjuru Tanah Air. 

Baca Juga: Pemulihan Aset Hapus Buku Naik

Adapun target jumlah Agen BRILink hingga akhir 2022 mencapai 600.000. Sementara itu jumlah jaringan kantor BRI terus menurun Hingga akhir kuartal kedua jumlah kantor BRI tercatat sebanyak 8.804 kantor.

Untuk memperkuat layanan pula, BRI gencar menurunkan penyuluh digital dan keuangan ke desa-desa. Tugasnya pertama, mengajari masyarakat membuka rekening secara digital. 

Kedua, mengajari masyarakat bertransaksi secara digital. Ketiga, mengajari masyarakat untuk menjaga rekeningnya dari kejahatan digital.Melalui strategi tersebut, BRI bisa menjangkau masyarakat terluar, tertinggal, dan terdepan yang kita sebut 3T. 

"Kemudian yang paling penting adalah jangan tinggalkan masyarakat yang masih konvensional, tapi juga jangan antipati kepada masyarakat yang sudah bertransformasi menjadi masyarakat digital, ini penting kita pastikan,” tutur dia.

Baca Juga: BI: Nilai Transaksi Mobile Banking Naik 43,8% Hingga Mei 2022

Apa yang diupayakan BRI tak terlepas dari hasil riset internal atas pasar utama BRI yaitu pelaku UMKM. Bahwa nasabah UMKM terutama di mikro dan ultra mikro, sudah familiar dengan gawai tetapi pengetahuannya masih terbatas dengan produk-produk keuangan. 

“Kemudian cash transaction masih menjadi pilihan utama dan mereka lebih senang memilih lembaga keuangan itu yang sifatnya lokal. Kenapa demikian? Karena mereka sebenarnya butuh agility, butuh flexibility," terangya. 

Dia menyebut, masyarakat tersebut memiliki arus kas yang rata-rata tidak stabil dan mereka memilih hubungan-hubungan lewat agen daripada lewat institusi keuangan formal. Berdasarkan hal tersebut, BRI menyimpulkan untuk bisa menjangkau seluruh masyarakat Indonesia hingga di daerah-daerah tertinggal, terdepan, terbelakang, diperlukan hybrid antara digital dan juga manual. 

Dengan demikian diharapkan BRI menjadi yang terdepan dalam mewujudkan aspirasi pemerintah untuk menciptakan inklusi keuangan yang mencapai 90% pada 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui riset tiga tahunan menyatakan indeks inklusi keuangan Indonesia baru sekitar 76% pada 2019.

“Kesimpulan, bahwa kami siapkan digital banking, tetapi jangan meninggalkan yang manual, karena masyarakat masih membutuhkan itu. Kami ikuti saja journey-nya masyarakat," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati