KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) optimistis kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga sebesar 125
basis points (bps) dalam tiga bulan terakhir ke level 4,75% tidak akan berdampak pada target rasio-rasio keuangan BRI. BI pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Oktober 2022 telah memutuskan kembali menaikkan bunga acuannya sebesar 50 bps. Itu merupakan kenaikan bunga acuan kali ketiga sepanjang tahun ini. Kenaikan pertama sudah dilakukan pada Agustus sebesar 25 bps dan tahap kedua pada bulan berikutnya sebesar 50 bps. Dengan begitu, BI rate sudah naik 125 bps dalam tiga bulan terakhir.
"Atas kenaikan suku bunga acuan tersebut, BRI sampai dengan saat ini tidak merevisi rasio-rasio keuangan yang ditetapkan dari awal tahun," kata Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI kepada Kontan.co.id, Jumat (21/10).
Baca Juga: Bisnis Kartu Kredit Perbankan Masih Ekspansif BRI optimistis sampai akhir tahun bisa mencapai target margin bunga bersih atau
net interest margin (NIM) di kisaran 7,7%-7,9%. Begitupun terhadap target kredit. BRI tidak akan merevisi target ekspansi kredit yang ditetapkan sebelumnya yakni 9%-11% tahun ini. Aestika bilang, segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) diproyeksikan akan jadi sebagai penopang utama pertumbuhan kredit BRI, terutama segmen ultra mikro dan mikro. BRI telah menyiapkan empat strategi agar tetap terus tumbuh secara berkelanjutan di tengah tren kenaikan suku bunga.
Pertama, bank pelat merah ini akan fokus membidik sektor yang memiliki potensi yang kuat serta paparan minimum terhadap gejolak ekonomi, seperti pertanian, industri bahan kimia, serta makanan dan minuman. Selain itu, BRI menerapkan strategi bisnis mengikuti stimulus. Bank dengan kode saham
BBRI ini memfokuskan pertumbuhan berdasarkan stimulus pemerintah untuk penguatan pertumbuhan ekonomi domestik.
Baca Juga: BRI Catat Pertumbuhan Outstanding Kartu Kredit 26% per Agustus 2022 Kedua, menjaga kualitas aset. Hal itu dilakukan dengan selektif menentukan kelayakan nasabah restrukturisasi dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi bisnis nasabah, serta menerapkan strategi
soft landing dengan terus membentuk cadangan yang cukup untuk mengantisipasi terjadinya pemburukan kualitas kredit nasabah restrukturisasi.
Ketiga, BRI akan fokus untuk bertumbuh pada pinjaman-pinjaman yang memiliki
high yield, yaitu segmen mikro dan
consumer loan.
Keempat, mendorong dana murah guna mendorong efisiensi liabilitas. BRI berencana meningkat CASA secara bertahap dari 63% pada 2021 menjadi 66% pada 2024 untuk menghadapi tren kenaikan suku bunga. "Dana murah akan didorong melalui
wholesale transaction, penetrasi
digital saving BRI, dan
hyperlocal ecosystem pada segmen mikro." kata Aestika.
Baca Juga: Bankir Ramal Penyaluran Kredit Akan Tetap Ekspansif pada Tahun 2023 Sebagai respon terhadap kenaikan suku bunga BI, BRI juga terus melakukan review suku bunga secara berkala dan terus membuka ruang untuk melakukan penyesuaian suku bunga.
Namun, Aestika bilang penyesuaian suku bunga kredit secara teknis tidak bisa dilakukan serta merta begitu suku bunga acuan berubah. Salah satu alasannya karena faktor likuiditas serta struktur simpanan dan kredit yang berbeda beda antar masing masing bank. Sejak tren kenaikan suku bunga berlangsung, BRI telah melakukan penyesuaian suku bunga kredit, khususnya untuk rate pinjaman jangka pendek. "Untuk KPR, saat ini BRI belum melakukan penyesuaian suku bunga.
Counter rate bunga KPR BRI masih tetap
equivalen sebesar 13%." pungkas Aestika. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News