BRICS Dinilai Tidak Menjawab Kebutuhan Indonesia Jadi Negara Maju 2045



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Economic and Law Studies  (CELIOS)  melihat upaya Indonesia untuk bergabung  dalam aliansi yang beranggotakan 5 negara besar diantaranya Brazil, Russia, India, China, dan South Africa (BRICS) tidak akan menjawab kebutuhan untuk mejadi negara maju di 2045.

Direktur China-Indonesia Desk CELIOS Muhammad Zulfikar Rakhmat mengatakan hingga saat ini belum ada urgensi Indonesia untuk bergabung dengan grup ekonomi BRICS. Hal itu mengingat keberadaan China dalam grup tersebut dikhawatirkan mempengaruhi independensi Indonesia dalam bersikap di berbagai isu krusial. 

"Salah satunya merespon manuver China di kawasan Laut China Selatan," ungkap Zulfikar dalam keterangan resmi, Senin (28/10).


Ketertarikan ini belum pernah disampaikan secara eksplisit pada masa pemerintahan presiden Jokowi karena beberapa pertimbangan. Di antaranya kurangnya urgensi, perbedaan sistem politik, instabilitas hubungan antar negara anggota BRICS hingga upaya untuk mengimbangi hubungan Indonesia dengan negara barat.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa dinamika politik di kepemimpinan yang baru ini telah menempatkan Indonesia pada posisi yang kurang strategis jika harus bergabung dengan aliansi BRICS.

Baca Juga: Indonesia Bergabung dengan BRICS, Ekonom: Akan Makin Ketergantungan dengan China

Di sisi lain, negara anggota BRICS seperti China dan India memiliki konfrontasi yang intens di tiga wilayah perbatasan kedua negara meliputi, Himachal Pradesh, Uttarakhand, dan Arunachal Pradesh. Menurut Zulfikar, konflik tersebut berpotensi mengganggu stabilitas hubungan China dan India, dan secara bersamaan juga akan mempengaruhi kemitraan dalam aliansi BRICS. 

Keputusan bergabungnya Indonesia kedalam BRICS juga akan berpotensi mempengaruhi aksesi Indonesia ke OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). 

"Peluang Indonesia untuk mendorong pertumbuhan berkelanjutan bermitra dengan grup tersebut akan semakin mengecil," ujarnya. 

Peneliti CELIOS Yeta Purnama juga menambahkan belum lama ini saat Indonesia sedang merayakan pelantikan presiden, kapal China membuat heboh masuk ke wilayah yuridiksi di Natuna Utara. Hal itu juga belum ada tanggapan langsung dari Presiden Indonesia terkait isu tersebut.

"Ini menjadi sebuah bukti bahwa pemerintah tengah bimbang bersikap di tengah keinginan bergabung ke BRICS," ujarnya. 

Dibandingkan BRICS, menurut Yeta urgensi Indonesia untuk bergabung dengan OECD jauh lebih tinggi, sejalan dengan upaya Indonesia menuju negara maju. Selain itu mengingat grup OECD memiliki anggota yang lebih besar sehingga dirasa lebih penting karena Indonesia perlu mendiversifikasi mitra yang lebih luas selain dari China. Energi dan fokus pemerintahan baru jika harus bergabung dalam banyak kerjasama multilateral akan sangat mahal termasuk soal biaya keanggotaan. 

"Jauh lebih efektif fokus ke kemitraan yang sudah ada," ucapnya.  

Baca Juga: Vladimir Putin Beri Peringatan Terbaru ke Barat, Ini Ancamannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati