JAKARTA. PT Bumi Resources Minerals Tbk (
BRMS) semakin dekat dengan kegiatan produksi. Perusahaan yang dikendalikan Grup Bakrie ini, menyatakan, telah mengantongi izin prinsip dari Kementerian Kehutanan, Selasa lalu (15/11). Izin ini untuk kegiatan pertambangan bawah tanah di Sumatra Selatan. Rencananya, tambang timah dan seng itu akan dioperasikan PT Dairi Prima Mineral (DPM). Sekadar mengingatkan, BRMS memiliki 80% saham Dairi ini. "Kami mendapat waktu dua tahun untuk mengurus izin administrasi dan lain- lain," kata Investor Relations Bumi Resources Mineral, Herwin Hidayat, Jumat (18/11). DPM mendapat masa eksploitasi tambang sampai 20 tahun mendatang.
Dia menaksir, tambang tersebut paling cepat berproduksi pada November 2013. "Kapasitasnya konservatif, 1 juta ton per tahun dalam bentuk bijih kasar," kata Erwin. Direktur Utama BRMS, Kenneth Farrell, menyatakan, kegiatan produksi seng dan timah hitam Dairi bisa dimulai pada semester kedua 2013. Anak usaha BRMS yang lain, yaitu PT Citra Palu Minerals (CPM) mendapat Izin Pinjam Pakai kegiatan eksplorasi di dua lokasi yang berbeda. CPM, yang 96,97% sahamnya dimiliki BRMS, akan menjadi operator tambang emas dan molybdenum. Lokasi pertama seluas 21.181 hektare (Ha) di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Sedangkan lokasi kedua di Kabupaten Donggala dan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, dengan luas areal 29.223 Ha. Farrell bilang, persetujuan ini memungkinkan perusahaan mengerjakan studi banding dan kegiatan eksplorasi di wilayah tersebut. "Kami berharap dapat menyelesaikan estimasi sumber daya dengan standar joint ore reserve committee (JORC) di CPM, juga di konsesi emas dan tembaga yang dioperasikan oleh Gorontalo Minerals sebelum akhir 2012," kata dia. Gorontalo Mineral telah menerima Izin Kegiatan Eksplorasi pada Desember 2010. Menopang pendapatan Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities optimistis, dua kegiatan baru anak usaha BRMS bisa membantu kinerja sang induk. Ia memperkirakan, kedua tambang tersebut akan memberikan kontribusi yang tinggi, setelah beroperasi.
Namun, Edwin meramal, kontribusi terhadap BRMS baru akan terasa saat masa produksi, beberapa tahun mendatang. "Di tahap awal, perusahaan justru membutuhkan capital expenditure (capex) yang besar untuk membangun infrastruktur pertambangan," ujar dia. Namun, Edwin berharap investor mencermati peluang keberhasilan tambang, besaran produksi, biaya produksi juga harga jual komoditas. Selain itu, tambang baru tersebut juga bisa menggantikan kontribusi pendapatan perusahaan jika anak usaha BRMS yang lain, PT Newmont Nusa Tenggara, merugi. Apalagi, jika mogok karyawan Newmont berlanjut dalam jangka panjang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Djumyati P.