Broker asuransi minta OJK kaji tarif batas bawah



JAKARTA. Tarif premi yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak awal tahun 2014 ini terus mendapatkan pertentangan. Setelah sebelumnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengingatkan OJK untuk menghapus batas bawah tarif premi, kali ini para broker asuransi pun meminta agar OJK mengevaluasi tarif tersebut. 

Benny Hapsoro, Direktur Utama PT Sedana Pasifik Servistama Insurance Broker mengatakan bahwa tarif premi yang telah ditetapkan oleh OJK menyebabkan asuransi melakukan pengurangan jaminan asuransi dan nilai pertanggungan yang dapat merugikan nasabah. "Ini akan membuat nasabah tidak membeli asuransi," kata Benny, Senin (8/9).  

Pria yang juga menjadi praktisi industri asuransi ini mengaku sangat memahami perlunya perusahaan asuransi menerapkan tarif premi yang wajar agar perusahaan asuransi bisa membayar jika terjadi klaim. Namun dengan tarif yang ditetapkan akan berdampak kurang baik bagi perusahaan asuransi.


Salah satunya adalah tidak adanya persaingan bisnis karena hampir seluruh perusahaan asuransi menerapakan tarif premi di batas bawah. 

Sementara itu, upaya untuk mengurangi retensi ke luar negeri justru tidak berhasil akibat masih besarnya resiko asuransi. Sehingga bisa jadi retensi yang keluar negeri mencapai 85%, dan hanya 15% retensi yang dapat ditahan di dalam negeri. 

"Ketergantungan kita terhadap kapasitas luar negeri masih cukup besar. Sehingga akhirnya terjadi capital flow yang menyebabkan neraca defisit semakin besar," katanya. 

Benny pun menyarankan regulator untuk menghapus besaran tarif bawah dan menetapkan tarif acuan berdasarkan parameter rasio klaim dari perusahaan asuransi, bukan menetapkan tarif jual seperti yang berlaku saat ini. " Kunci pertama bukan tarif, tapi resiko itu sendiri. Resiko layak tidak untuk diterima," ujar Benny.

Seperti diketahui bahwa OJK mengeluarkan Surat Edaran (SE) -O6/D.05/2013 pada Desember 2013 tentang penerapan batas atas dan bawah dalam asuransi kendaraan bermotor, harta benda serta jenis risiko khusus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan