Broker properti setuju soal aturan komisi broker



KONTAN.CO.ID - Broker properti menyambut baik aturan dikeluarkan pemerintah terkait perusahaan perantara perdagangan properti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Peraturan Menteri Perdagangan No 51/M-DAG/PER/7/ 2017. Beleid tersebut salah satunya mengatur mengenai komisi broker yang dibatasi di kisaran 2%-5%. Hartono Sarwono, Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) melihat pembatasan fee broker tersebut merupakan langkah pemerintah untuk melindungi konsumen. Dengan aturan tersebut, broker tidak mengenakan komisi yang besar yang membuat harga properti melambung tinggi tetapi tetap mendapatkan fee yang wajar. Namun menurut Hartono, esensi utama dari aturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut bukan soal komisi tetapi bagaimana menyelesaikan permasalahan yang ada di bisnis broker saat ini. Yakni banyaknya broker-broker ilegal yang bisa memasang komisi terlalu tinggi sehingga membuat harga properti melambung dan sering merugikan konsumen. "Saat ini broker di Indonesia banyak sekali ada jutaan. Banyak yang gak punya pendidikan dan tidak profesional membuka bisnis broker. Mereka menaikkan harga di atas 20% bahkan bisa sampai 100% dan inilah yang biasanya disebut ilegal. Untuk mencegah inila. Pemerintah mengeluarkan aturan itu agar broker wajib bersertifikasi dan sekaligus membatasi komisi yang merupakan efek dari broker ilegal tadi," jelas Hartono pada KONTAN, Selasa (19/9). Hartono berharap dengan aturan tersebut maka broker yang bisa beroperasi adalah mereka yang sudah memiliki surat izin usaha perusahaan perantara perdagangan perantaran properti (SIU-P4) dan memiliki sertifikasi. Dengan begitu, bisnis broker di Indonesia akan semakin terpercaya dan konsumen juga tidak dirugikan. AREBI sendiri saat ini sudah mempunyai anggota 970 broker. Dari jumlah tersebut baru sekitar 600 yang sudah bersertifikasi. Di luar anggota tersebut, masih terdapat jutaan broker yang sebagian besar legalitasnya tidak masih belum jelas karena belum memiliki SIU-P4. Erwin Karya, Head of Business of Development Ray White Indonesia juga menyambut baik aturan yang telah dikeluarkan pemerintah tersebut. Menurutnya aturan itu akan membuat broker-broker ilegal tidak lagi bebas berkeliaran.

"Aturan ini sudah kami tunggu sejak lama karena selama ini yang banyak broker yang tidak profesional," katanya. Hanya saja, Erwin masih kurang setuju dengan batasan maksimal fee broker tersebut. Pasalnya ada kondisi-kondisi tertentu dimana broker bisa mendapatkan insentif dari developer yang menginginkan sebuah proyek terjual dengan cepat sehingga jika ditotal-total komisi yang didapatkan bisa lebih dari 5%. Erwin menilai untuk kondisi normal atau untuk penjualan properti secondary batasan komisi 2%-5% sudah tepat. Tetapi untuk proyek primer, ada pengembang yang memberikan komisi tambahan agar penjualannya bisa cepat. "Jadi menurut saya tidak perlu ada aturan batas atas ini. Karena untuk kondisi tertentu tadi, pengembang pasti tidak takut memberikan komisi tambahan untuk mempercepat penjualan karena bisa terbentur aturan tadi. Sebetulnya kalau broker yang sudah bersertifikasi tidak akan mungkin menetapkan fee yang tinggi," jelas Erwin. Erwin menambahkan, rata-rata fee broker yang dikenakan Ray White Indonesia dalam menjalankan bisnisnya hanya 3%. Namun untuk kondisi tertentu tadi, mereka bisa mendapatkan fee lebih dari 5% dari pengembang. Menurut Erwin, terkait batasan komisi tadi seharusnya masih perlu ada poin lagi yang mengatur bahwa dalam kondisi tertentu broker bisa mendapatkan fee lebih dari 5% dari pengembang. Terlepas dari kekuarang tersebut, Erwin menilai atursan yang dikeluarkan pemerintah tersebut sudah cukup baik. Dia berharap pemerintah kedepan konsisten melakukan penegakan untuk setiap pelanggaran agar bisnis broker berkembang dengan baik dan begitu pula dengan bisnis properti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dessy Rosalina