JAKARTA. Regulator telekomunikasi melarang penerapan program layanan pinjam pulsa di setiap operator telekomunikasi. Sebab, hal itu bisa merugikan konsumen, karena dianggap sama dengan penerapan rentenir pulsa dengan pengenaan bunga tinggi di setiap pembelian pulsa. Hal ini disampaikan anggota Komite Regulasi Telekomunikasi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia(KRT BRTI), Nonot Harsono di Jakarta, Senin (18/2). Nonot mengatakan, penerapan sistem layanan pinjam pulsa merupakan pola rentenir pulsa dengan bunga 25% per transaksi. "Bagi operator yang menerapkan sistem layanan pinjam pulsa, pasti akan ada konsumen yang melaporkan ke Polisi atau Bank Indonesia (BI) karena ini praktik rentenir pulsa," ujarnya kepada KONTAN, Senin (18/2).
Menurut Nonot, penawaran sistem utang-pulsa sudah ditolak penerapannya sejak KRT BRTI periode sebelumnya yang berakhir pada tahun 2012 lalu. Namun BRTI mencatat, saat ini masih ada pihak yang memasukkan sistem layanan pinjam pulsa melalui operator telekomunikasi. "Saya dengar ada perusahaan asing yang sedang mendekati BoD (Board of Directors) atau pimpinan operator telekomunikasi," ujarnya. Nonot menjelaskan secara rinci, layanan pinjam pulsa tersedia ketika seorang pelanggan prabayar kehabisan pulsa dan sistem layanan ini menawarkan pinjaman pulsa sebesar Rp 2.000 dengan biaya layanan setiap transaksi Rp 500.