BRTI: Hakim sidang IM2 keliru



JAKARTA. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sudah menjatuhkan vonis bersalah kepada Indar Atmanto, Mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) pada Senin kemarin (8/7).

Antonius Widijantono, Ketua Majelis Hakim perkara  menyatakan, Indar terbukti korupsi dan menyalahgunakan frekuensi 2,1 Ghz milik PT Indosat Tbk.

Banyak pihak kaget dengan putusan hakim tersebut. Salah satunya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). "Keputusan hakim sama dengan mengesahkan kekeliruan pemahaman jaksa," ujar Nonot Harsono, Komisioner BRTI saat jumpa pers "Tanggapan Pasca Putusan Kasus IM2" di Hotel Four Seasons, Selasa (9/7).


Nonot menambahkan, Majelis Hakim keliru memahami maksud Pasal 9 ayat (2) dari UU Telekomunikasi dan penjelasannya. Dia bilang, majelis hakim mengikuti 100% jaksa penuntut umum (JPU), bahwa IM2 wajib memiliki jaringan.

Pemahaman tersebut dianggap fatal, karena bagaimana mungkin perusahaan penyelenggaraan jasa dipaksa harus memiliki jaringan telekomunikasi. Nonot mengatakan, dalam putusan majelis hakim itu menunjukkan bahwa, mereka mengabaikan beberapa hal yang penting.

Dalam kasus ini majelis hakim tidak memahami kerangka regulasi telekomunikasi dengan sama sekali tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2000. Padahal, regulasi itu mengatur penyelenggaraan telekomunikasi yang di dalamnya mengatur hubungan antara penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi.

"Padahal PP 52/ Tahun 2000 adalah dasar hukum yang memerintahkan penyelenggara jasa melakukan perjanjian kerja sama (PKS) dengan penyelenggara jaringan," ujar Nonot. Penyelenggara jaringan yang dimaksud adalah salah satu jaringan seluler yang beroperasi di pita 2,1 Ghz. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Asnil Amri