JAKARTA. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berencana akan mengatur harga perdana para pelaku bisnis telekomunikasi di Indonesia. Alasannya, agar pelanggan mengetahui harga kartu perdana saja tanpa disertai bundling dengan layanan voice, message, dan data. "Dalam pembahasan dengan operator, kami mengusulkan agar masing-masing operator dapat menunjukkan harga kartu perdana yang belum dibundling," terang komisioner BRTI I Ketut Prihadi kepada Kontan, Minggu (16/7). Dalam jangka waktu dekat, rencananya BRTI akan mengadakan Forum Group Discussion (FGD) dengan para operator dengan stakeholder lainnya. Selain itu, BRTI juga akan mengajak lembaga perlindungan konsunen untuk membahas, seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Namun, BRTI tidak akan mengatur besaran tarif minimal yang harus dipatok oleh operator dalam menjual kartu perdana tersebut. Menurut Ketut, penetapan harga kartu perdana menjadi hak operator yang penting kartu perdana tersebut dijual dengan harga "kosong", tanpa disertakan layanan lainnya. "Kami tidak akan menetapkan harga minimum, silakan saja operator menetapkan harganya, yang penting benar-benar cost based yang tidak ditambahkan dengan biaya lainnya," tambah Ketut. Selain itu, Ketut menekankan, pengaturan harga perdana tersebut juga agar mampu membentuk iklim persaingan yang sehat antara satu operator dengan lainnya. "Bundling silakan saja, tapi harga kartu perdananya saja harus terlihat, jadi pelanggan bisa membandingkan dengan yang ditawarkan oleh operator lain," terang Ketut. Asal tahu saja, wacana untuk menjual kartu perdana dengan harga yang tidak murah sudah bergulir sejak 2013. Harapannya, regulator ingin menekan tingkat Churn Rate (berhentinya pelanggan dari operator tertentu karena alasan tertentu) di Indonesia yang berada di kisaran 20% setiap bulannya sebagai akibat dari pergantian kartu perdana oleh pelanggan dalam sebulan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BRTI ingin transparansi harga kosong kartu perdana
JAKARTA. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berencana akan mengatur harga perdana para pelaku bisnis telekomunikasi di Indonesia. Alasannya, agar pelanggan mengetahui harga kartu perdana saja tanpa disertai bundling dengan layanan voice, message, dan data. "Dalam pembahasan dengan operator, kami mengusulkan agar masing-masing operator dapat menunjukkan harga kartu perdana yang belum dibundling," terang komisioner BRTI I Ketut Prihadi kepada Kontan, Minggu (16/7). Dalam jangka waktu dekat, rencananya BRTI akan mengadakan Forum Group Discussion (FGD) dengan para operator dengan stakeholder lainnya. Selain itu, BRTI juga akan mengajak lembaga perlindungan konsunen untuk membahas, seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Namun, BRTI tidak akan mengatur besaran tarif minimal yang harus dipatok oleh operator dalam menjual kartu perdana tersebut. Menurut Ketut, penetapan harga kartu perdana menjadi hak operator yang penting kartu perdana tersebut dijual dengan harga "kosong", tanpa disertakan layanan lainnya. "Kami tidak akan menetapkan harga minimum, silakan saja operator menetapkan harganya, yang penting benar-benar cost based yang tidak ditambahkan dengan biaya lainnya," tambah Ketut. Selain itu, Ketut menekankan, pengaturan harga perdana tersebut juga agar mampu membentuk iklim persaingan yang sehat antara satu operator dengan lainnya. "Bundling silakan saja, tapi harga kartu perdananya saja harus terlihat, jadi pelanggan bisa membandingkan dengan yang ditawarkan oleh operator lain," terang Ketut. Asal tahu saja, wacana untuk menjual kartu perdana dengan harga yang tidak murah sudah bergulir sejak 2013. Harapannya, regulator ingin menekan tingkat Churn Rate (berhentinya pelanggan dari operator tertentu karena alasan tertentu) di Indonesia yang berada di kisaran 20% setiap bulannya sebagai akibat dari pergantian kartu perdana oleh pelanggan dalam sebulan. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News