BSA belum mampu memperkuat otot rupiah



JAKARTA. Kesepakatan Bank Indonesia (BI) dengan Bank of Japan (BoJ) untuk memperbesar nilai Bilateral Swap Arrangement (BSA) sebesar US$ 22,78 miliar belum mampu menjadi obat kuat bagi rupiah. Rupiah tetap lunglai.

Nilai tukar rupiah beradasarkan kurs tengah BI terus melemah dalam tiga hari terakhir. Jika Rabu (11/12) lalu kurs tengah BI menunjukkan level Rp 12.005 per US$, maka pada Kamis (12/12) melemah di angka Rp 12.025 per US$. Pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terus terjadi hingga Jumat (13/12) ke level Rp 12.081 per dollar.

Ekonom Bank Internasional Indonesia (BII) Juniman mengatakan, keberadaan BSA tidak akan banyak membantu penguatan mata uang rupiah. Sebab ia melihat tekanan terhadap rupiah ini tidak hanya terjadi pada rupiah sendirian. Beberapa mata uang lain di kawasan juga mengalami tekanan yang sama. Kemarin tercatat selain rupiah, rupee India, Ringgit Malaysia, Won Korea Selatan juga dollar Australia juga mengalami tekanan hebat terhadap dollar AS.


Berdasarkan catatan Bloomberg.com rupiah sejak Januari 2013- 13 Desember 2013 kemarin telah mengalami tekanan paling dalam di Asia. Rupiah anjlok hingga 19,1%. Peringkat dua ditempati oleh mata uang rupee India yang melorot hingga 11%.

Ini membuktikan bahwa keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan BI rate di angka 7,5% belum cukup kuat mendorong memberi sentimen positif ke pasar. Begitu juga dengan kabar kesepakatan penambahan nilai BSA antara BI dengan BoJ.

Menurut Juniman, bertambahnya nilai BSA yang dimiliki BI tidak bisa dipungkiri merupakan sentimen positif bagi pasar. “Pasar akan melihat pemerintah memiliki dana yang cukup untuk menghadapi ancaman tapering off,” katanya.

Namun begitu, Juniman mengingatkan, pelemahan kurs terjadi secara berjamaah di negara-negara lain. Oleh karena itu BI harus bisa menjaga pelemahan rupiah di level yang manageble.

Menurutnya jika rupiah terus melemah hingga menembus Rp 12.500 per US$, akan berbahaya. Dengan level tersebut, maka akan sulit bagi rupiah untuk kembali menguat. Bahkan dengan nilai BSA dan cadangan devisa yang dimiliki pemerintah saat ini, akan sulit menutupi pelemahan tersebut.

Senada diungkapkan Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual. Menurutnya penambahan BSA belum cukup kuat mengimbangi tekanan rupiah. "Sentimen negatif dari eksternal masih lebih kuat," katanya.

Dia juga bilang keberadaan BSA tidak akan berfungsi apa-apa jika tidak digunakan. Kalaupun digunakan, biasanya harus dalam kondisi yang benar-benar membutuhkan cadev. Salah satunya jika cadev merosot hanya untuk kebutuhan impor tiga bulan saja.

Pemerintah optimis

Walau begitu, pemerintah dan BI tetap optimis penambahan nilai BSA dengan BoJ dari US$ 12 miliar menjadi US$ 22,7 miliar akan mampu memperkuat rupiah. Apalagi kesepakatan ini tidak hanya untuk crisis revolution, namun juga crisis prevention. “Untuk berjaga-jaga,” kata Gubernur BI Agus Martowardojo, Jumat (13/12), usai bertemu dengan Manteri Keuangan Chatib Basri.

Agus berharap pasar bisa kesepakatan ini sebagai sentimen positif bagi Indonesia, sehingga nilai tukar rupiah bisa kembali menguat. Menurutnya jika jumlah BSA ditambah maka cadev yang dimiliki BI semakin besar untuk menghadapi ancaman tapering yang sisunya akan dilakukan pada awal tahun 2014.

Keyakinan yang sama juga diungkapkan Menkeu Chatib Basri. Dia bilang BSA akan mampu memperkuat nilai tukar rupiah terhadap US$, sehingga pergerakan atau fluktuasi nilai tukar rupiah semakin stabil ke depan. “Dengan adanya penambahan BSA ini maka stability akan terjadi,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa