KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank belum memenuhi ketentuan jumlah saham beredar di publik atau
free float sebesar 7,5%. Di antaranya ada PT Bank Syariah Indonesia Tbk/BSI (
BRIS), PT Bank Permata Tbk (
BNLI), dan PT Bank BTPN Tbk (
BTPN). Namun, ketiga bank yang masuk dalam daftar bank beraset jumbo di Tanah Air itu menyatakan sudah siap untuk segera memenuhi ketentuan Free Float. BTPN saat ini tercatat baru memiliki
free float 5,25%. Artinya, perseroan masih harus mengalirkan minimal 2,25% saham ke publik guna memenuhi aturan. Selebihnya sebesar 92,43% digenggam oleh Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC).
Dini Herdini, Direktur Kepatuhan BTPN mengatakan terkait pemenuhan aturan, BTPN saat ini sedang melakukan pengalihan saham treasury atau saham-saham yang dibeli kembali (buybcak) perseroan sebelumnya.
Baca Juga: Analis: Akuisisi BTN Syariah oleh BSI Sulit Terealisasi dalam Waktu Dekat "Kami berusaha terus untuk memenuhi aturan
free float ini sampai Desember 2023," katanya, Jumat (30/9). Adapun Bank Permata saat ini baru mencatatkan free float 1,29%. Sedangkan 98,71% saham perseroan dimiliki oleh Bangkok Bank Public Company Limited. Direktur Keuangan Bank Permata Lea Kusumawijaya mengatakan, sejak Bangkok Bank menyelesaikan kewajiban tender offer setelah mengakuisisi Bank Permata dari Astra dan Standard Chartered Bank, jumlah saham beredar BNLI memang sangat kecil. Ia bilang, Bank Permata memiliki kewajiban untuk kembali menjual saham yang dibeli pengendali tersebut dari proses
tender offer ke publik dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, perseroan berharap bisa segera menjual kembali saham treasury itu. "Hal itu sedang kami bicarakan dengan regulator. Kami berharap dalam waktu dua tahun ke depan akan kembali direfloatkan. Caranya masih dalam kajian tetapi kami berharap bisa ditawarkan kepada pemegang saham segmen ritel supaya jumlah pemegang saham kami bisa lebih terdiversifikasi," kata Lea. Adapun BSI akan melakukan rights issue pada kuartal IV ini dengan menerbitkan sebanyak-banyaknya 6 miliar saham baru Seri B dengan nilai nominal Rp 500 per saham. Saat ini, saham BSI dimiliki oleh Bank Mandiri 50,83%, BNI 24,85%, BNI 17,25%, dan publik 7,07%. Adapun dana dari aksi korporasi itu akan digunakan sebagai tambahan modal untuk mendukung ekspansi pertumbuhan BSI secara organik melalui penyaluran pembiayaan murah dan kompetitif bagi masyarakat. Direktur Utama BSI Hery Gunardi menyampaikan, BSI membutuhkan tambahan permodalan (ekuitas) agar
Capital Adequacy Ratio (CAR) perseroan dapat mencapai di atas 20% pada akhir tahun 2025 guna mendukung rencana tersebut. “Penguatan permodalan ini tentunya akan dimanfaatkan BSI untuk mengembangkan bisnis sehingga dapat memberikan profitabilitas yang optimal bagi pemegang saham dengan proyeksi
Return On Equity (ROE) di level 18%-20% dalam jangka waktu menengah hingga Panjang,” kata Hery.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menjelaskan, Bank Mandiri tengah berkoordinasi dengan
stakeholder dan pemegang saham BSI lainnya, dalam menentukan besaran penyerapan saham baru BSI yang akan dieksekusi Mandiri. Namun, Bank Mandiri memastikan akan mempertahankan posisinya sebagai pemegang saham mayoritas di BSI. “Komitmen kami sebagai induk usaha dan pemegang saham mayoritas di BSI, adalah mendukung penguatan rasio kecukupan modal BSI, agar mampu menjadi bank syariah terbesar di regional, sesuai amanat pemerintah,” tegas Rudi, Jumat (30/9). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi