KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk berencana melakukan penambahan modal dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) I alias
rights issue dalam waktu dekat. Bank dengan kode saham
BRIS ini akan merilis 6 miliar saham seri B dengan nilai nominal Rp 500 per saham. “Perseroan berencana untuk menggunakan seluruh dana yang diterimanya dari PMHMETD I (setelah dikurangi dengan biaya-biaya dan pengeluaran-pengeluaran terkait emisi saham baru), untuk penyaluran pembiayaan dalam mendukung pertumbuhan bisnis Perseroan,” mengutip prospectus
rights issue BRIS pada Rabu (17/8). Penguatan modal ini sejalan dengan visi BSI untuk menjadi top 10 Global Sharia Bank dengan aspirasi aset Rp 500 triliun pada tahun 2025 dengan Return On Equity (ROE) lebih dari 18%. Untuk mencapai aspirasi visi tersebut, BRI harus melakukan ekspansi pertumbuhan baik secara organik maupun anorganik.
Oleh sebab itu, BSI memproyeksikan pertumbuhan pembiayaan dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) hingga 15% sampai tahun 2025. Untuk mendukung rencana tersebut, BSI membutuhkan tambahan permodalan (ekuitas) agar Capital Adequacy Ratio (CAR) lebih dari 20% pada akhir tahun 2025. Adapun saat ini, CAR BRIS masih berada di kisaran 17%. Hal tersebut juga sesuai dengan
average CAR Top 10 National Bank dan menjaga
level of comfort market. Baca Juga: Bakal Gelar Rights Issue Tahun Ini, Begini Rekomendasi Saham BRIS dan BBTN Dengan rencana PMHMETD I, BSI akan memiliki kecukupan modal yang baik dengan CAR lebih dari 20% dan penambahan profitabilitas yang optimal bagi pemegang saham dengan proyeksi dan
return on equity (ROE) lebih dari 20%. Dalam hal pemegang saham tidak melaksanakan HMETD miliknya, maka persentase kepemilikannya atas Perseroan akan terdilusi hingga sebanyak-banyaknya 12,73%. Saat ini, Aset BSI saat ini berada di peringkat tujuh secara nasional sekaligus menjadi bank syariah terbesar di Indonesia. Adapun penerbitan Saham Baru akan dilakukan dengan memberikan hak memesan efek terlebih dahulu sesuai dengan POJK Penambahan Modal, dan oleh karenanya PMHMETD I akan dilaksanakan berdasarkan dua aspek. Pertama, persetujuan pemegang saham Perseroan dalam RUPSLB sehubungan dengan rencana PMHMETD I sesuai dengan ketentuan anggaran dasar Perseroan dan peraturan perundang- undangan yang berlaku; dan Kedua, Pernyataan Pendaftaran Perseroan yang akan disampaikan kepada OJK, sehubungan dengan rencana PMHMETD I dinyatakan efektif oleh OJK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan menyatakan pada kuartal pertama 2022, BSI membukukan pertumbuhan laba bersih 33,18% you menjadi Rp 987,68. “Kinerja positif ini disokong pembiayaan yang tumbuh dan sehat di semua segmen yaitu konsumer, korporasi, UMKM, gadai emas hingga kartu pembiayaan serta pengembangan ragam dan inovasi digital melalui e-channel BSI," terangnya. Di kuartal I 2022, BSI telah menyalurkan pembiayaan Rp 177,51 triliun atau tumbuh 11,59% yoy. Dengan komposisi pembiayaan konsumer tumbuh 20,73%, pembiayaan mikro tumbuh 22,42% dan gadai emas tumbuh 8,96%. "Pencapaian tersebut didukung pula pembiayaan sehat dengan rasio
non performing financing (NPF) net sebesar 0,90%," lanjutnya.
BRIS Chart by TradingView Sementara itu, untuk perolehan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp238,53 triliun tumbuh sekitar 16,07% yoy. Pencapaian ini merupakan hasil implementasi keseriusan BSI dalam menggarap dana murah sebagai salah satu strategi yang konsisten dijalankan dalam memacu pertumbuhan.
Di sisi lain tabungan BSI secara keseluruhan mencapai Rp100,73 triliun atau tumbuh 15,48%. Sedangkan tabungan yang paling diminati masyarakat adalah Tabungan Wadiah yakni tabungan yang tidak memberikan bagi hasil maupun biaya administrasi bulanan. Dari sisi bank, hal ini memberikan efek positif untuk meningkatkan efisiensi beban bagi hasil. Kinerja yang solid dan sehat juga ditunjukkan dari pertumbuhan aset sebesar 15,73% secara
year on year menjadi Rp 271,29 triliun. BSI menargetkan pembiayaan bisa tumbuh 11% hingga 13% sepanjang 2022 dengan harapan DPK bisa melesat 12% hingga 15%. Sedangkan NIM diproyeksikan naik berada di level 5,5% hingga 6,0% sepanjang tahun ini. Seiring dengan itu, NPF gross bisa ditekan di posisi 2,7% hingga 2,8%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari