JAKARTA. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) belum mengubah strategi untuk melunasi utang Rp 650 miliar yang akan jatuh tempo pada 4 September 2012. Perseroan optimistis bisa membayar tuntas utang pada waktunya. "Kami on track. Untuk melakukan percepatan ada standar waktu. Pokoknya kami siapkan pendanaanya untuk pembayaran itu," ujar Direktur Corporate Services Bakrie Telecom Rakhmat Junaidi, Senin (6/8). Sebelumnya, perseroan mengumumkan telah memperoleh pinjaman sindikasi senilai US$ 50 juta. Pinjaman tersebut difasilitasi oleh Credit Suisse Singapore. Selain itu, anak usaha Bakrie Group ini juga bakal menerbitkan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias non-preemptive right issue sebanyak 2,85 miliar saham. Dengan harga Rp 265 per saham, maka Bakrie Telecom bisa meraup dana sekitar Rp 755 miliar saham. Dari jumlah tersebut, dana yang sudah terserap sebanyak Rp 150 miliar atau masih 19% dari target. Pembelinya adalah Bakrie Global Ventura. Mengenai sisanya, Rakhmat mengaku belum bisa menyebutkan. "Belum bisa di-update untuk posisi terakhir. Namun, kami yakin akan terserap sesuai yang direncanakan," tutur Rakhmat. Peringkat utang negatif Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memasang peringkat BB dengan status credit watch berimplikasi negatif untuk PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dan Obligasi I BTEL tahun 2007 senilai Rp 650 miliar. Menurut Pefindo, pelunasan pinjaman tersebut berisiko bila rights issue BTEL tidak terealisasi sesuai target. Sebelumnya, Fitch Ratings juga memasukkan Bakrie Telecom rating watch negative terkait likuiditas perseroan untuk pembayaran obligasi senilai Rp 650 miliar. Peringkat tersebut berarti, dalam tiga bulan ke depan peluang penurunan peringkat Bakrie Telecom cukup besar, sekitar 50%. Obligasi I BTEL tahun 2007 mendapat peringkat BB dari Pefindo dan CCC dari Fitch Ratings. Menanggapi hasil pemeringkatan tersebut, Rakhmat mengatakan perseroan telah menyiapkan lima program pemulihan. Pertama, program penyehatan dan penguatan keuangan perusahaan. Kedua, penguatan good corporate goverance. Ketiga, menyatukan merek di bawah bendera Esia dengan banyak opsi produk. Keempat, mendorong pertumbuhan revenue dari data. Kelima, peningkatan kualitas produk dan layanan pelanggan.
BTEL belum ubah strategi bayar utang jatuh tempo
JAKARTA. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) belum mengubah strategi untuk melunasi utang Rp 650 miliar yang akan jatuh tempo pada 4 September 2012. Perseroan optimistis bisa membayar tuntas utang pada waktunya. "Kami on track. Untuk melakukan percepatan ada standar waktu. Pokoknya kami siapkan pendanaanya untuk pembayaran itu," ujar Direktur Corporate Services Bakrie Telecom Rakhmat Junaidi, Senin (6/8). Sebelumnya, perseroan mengumumkan telah memperoleh pinjaman sindikasi senilai US$ 50 juta. Pinjaman tersebut difasilitasi oleh Credit Suisse Singapore. Selain itu, anak usaha Bakrie Group ini juga bakal menerbitkan saham baru tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) alias non-preemptive right issue sebanyak 2,85 miliar saham. Dengan harga Rp 265 per saham, maka Bakrie Telecom bisa meraup dana sekitar Rp 755 miliar saham. Dari jumlah tersebut, dana yang sudah terserap sebanyak Rp 150 miliar atau masih 19% dari target. Pembelinya adalah Bakrie Global Ventura. Mengenai sisanya, Rakhmat mengaku belum bisa menyebutkan. "Belum bisa di-update untuk posisi terakhir. Namun, kami yakin akan terserap sesuai yang direncanakan," tutur Rakhmat. Peringkat utang negatif Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memasang peringkat BB dengan status credit watch berimplikasi negatif untuk PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) dan Obligasi I BTEL tahun 2007 senilai Rp 650 miliar. Menurut Pefindo, pelunasan pinjaman tersebut berisiko bila rights issue BTEL tidak terealisasi sesuai target. Sebelumnya, Fitch Ratings juga memasukkan Bakrie Telecom rating watch negative terkait likuiditas perseroan untuk pembayaran obligasi senilai Rp 650 miliar. Peringkat tersebut berarti, dalam tiga bulan ke depan peluang penurunan peringkat Bakrie Telecom cukup besar, sekitar 50%. Obligasi I BTEL tahun 2007 mendapat peringkat BB dari Pefindo dan CCC dari Fitch Ratings. Menanggapi hasil pemeringkatan tersebut, Rakhmat mengatakan perseroan telah menyiapkan lima program pemulihan. Pertama, program penyehatan dan penguatan keuangan perusahaan. Kedua, penguatan good corporate goverance. Ketiga, menyatukan merek di bawah bendera Esia dengan banyak opsi produk. Keempat, mendorong pertumbuhan revenue dari data. Kelima, peningkatan kualitas produk dan layanan pelanggan.