BTEL gagal dijual, bagaimana status kuasi BNBR?



JAKARTA. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) akhirnya akan membatalkan penjualan saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Lalu bagaimana dengan status kuasi reorganisasi yang telah dilakukan induk usaha Grup Bakrie ini?

Pasalnya, melalui penjualan BTEL, BNBR bisa melancarkan aksinya untuk menghapus saldo laba negatif menjadi positif melalui kuasi reroganisasi pada 2011 lalu. 

Terkait hal itu, Eddy Soeparno, Direktur Keuangan BNBR mengatakan, pihaknya sudah melakukan pencadangan kerugian akibat gagalnya transaksi tersebut. 


"Memang ada kerugian, tapi kami sudah cadangkan di 2013 lalu," ujarnya kepada KONTAN beberapa waktu lalu.

Sekedar meningatkan, BNBR melakukan kuasi reorganisasi dengan menggunakan buku Juni 2011. Ketika itu, perseroan sudah bisa membukukan laba bersih, yaitu sebesar Rp 45,49 miliar. 

Namun, naas, pada September 2011, perusahaan kembali merugi. Nah, salah satu satu syarat kuasi adalah perseroan memiliki saldo laba negatif yang material selama tiga tahun berturut-turut.

Namun, saldo laba negatif itu harus diikuti kinerja positif perusahaan. Pasalnya, hal itu menunjukkan perusahaan memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek yang baik pada saat kuasi reorganisasi dilakukan.

Akhirnya, BNBR melakukan sejumlah langkah. Pertama menjual 23,8% saham Bumi Plc kepada PT Borneo Lumbung Energy Tbk (BORN). Nilai transaksi itu mencapai US$ 1 miliar. Ke dua, menjual saham BTEL. 

Hal ini dilakukan demi menorehkan pembukukan yang positif. BNBR menjual saham BTEL kepada Mount Charlotte Holding Ltd pada akhir 2011. Jumlah saham yang dilepas sebanyak 4,3 miliar di harga Rp 340-Rp 345 per saham. Ini merupakan harga premium. Pasalnya, ketika itu harga saham BTEL hanya Rp 260 per saham.

Sehingga, nilai transaksi mencapai Rp 1,5 triliun. Adapun, jangka waktu pembayaran terus molor dan disepakati dilakukan 31 Desember 2012. Namun, pada 7 Desember 2012, Mount Charlotte mengalihkan hak dan kewajibannya kepada Sky Trinity.

Pada saat itu disepakati, Sky Trinity harus membayar Rp 117,9 miliar pada 25 hari setelah jatuh tempo selanjutnya, yakni 7 Desember 2013. Namun, pada periode 1 Januari 2013 hingga 7 Desember 2013, perseroan hanya menerima Rp 157,6 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan BNBR per kuartal I-2014, piutang Sky Trinity masih mencapai Rp 1,18 triliun. Sehingga, total dana yang sudah diterima BNBR sekitar Rp 314 miliar.

Pada akhir 2013, piutang Sky Trinity ini sudah masuk kategori sebagai piutang tak tertagih. Nilainya, sebesar Rp 971,7 miliar. Asal tahu saja, ketika kuasi, manajemen BNBR berkomitmen untuk mencatatkan keuangan yang positif dalam lima tahun setelah kuasi dilakukan. 

Namun, akhir tahun lalu, BNBR justru membukukan kerugian sekitar Rp 12,72 miliar. Lalu, bagaimana manajemen BNBR menepati janjinya itu? 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan