BTEL Telah Hedging Utang Dolar Senilai US$ 145 Juta



JAKARTA. Perusahaan telepon PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) berupaya mengurangi risiko kerugian kurs di tahun ini. Caranya, BTEL telah melakukan lindung nilai alias hedging atas utang dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur Keuangan BTEL Jastiro Abi menjelaskan, anak usaha PT Bakrie & Brothers ini telah melakukan hedging seluruh utang dari Credit Suisse. "Nilainya sekitar US$ 145 juta," kata Jastiro, kemarin.Kerugian kurs memang menjadi momok perusahaan yang memiliki utang bermata uang dolar AS. Sebab, kerugian kurs selalu menggerus laba bersih si perusahaan.

BTEL sudah merasakannya. Pada kuartal pertama 2009, rugi kurs BTEL mencapai Rp 14,2 miliar. Operator telepon seluler pemilik merek dagang Esia itu hanya bisa meraup laba bersih Rp 5,73 miliar, turun 79% ketimbang periode sama tahun lalu.


Setelah melakukan hedging, Jastiro beryakinan pendapatan dan laba bersih BTEL di tahun kerbau ini akan tumbuh di atas 10%. Tahun lalu pendapatan BTEL Rp 2,2 triliun dan laba bersih Rp 136,8 miliar.

Tahun ini BTEL menargetkan penambahan pelanggan hingga mencapai 10,5 juta pelanggan. Hingga kuartal pertama tahun ini, BTEL mengklaim telah memiliki 8 juta pelanggan. "Ada peningkatan 700.000 pelanggan," kata Jastiro mengklaim.

Namun BTEL juga harus keluar banyak duit untuk memperluas jaringan. Tahun ini BTEL menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai US$ 200 juta.

Capex tersebut akan digunakan untuk membiayai pengembangan infrastruktur telepon di enam kota pada tiap kuartal tahun ini. BTEL juga akan mengongkosi pembangunan 1.000 menara pemancar tahun ini dari capex itu.

Sumber pendanaan capex berasal dari hasil penjualan 543 unit menara telekomunikasi senilai Rp 390 miliar. Sumber lainnya dari kas internal. "Selain itu ada fasilitas pinjaman US$ 150 juta," imbuh Jastiro.

Lantaran membutuhkan dana besar, BTEL pun tidak membagikan dividen tahun buku 2008 kepada para pemegang sahamnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie