KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) telah menetapkan harga penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu atau rights issue issue sebesar Rp 1.200 per saham. Bank pelat merah ini akan menerbitkan 3,44 miliar saham baru seri B yang setara dengan 24,54% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dengan begitu, dana yang berpotensi diraup mencapai Rp 4,13 triliun. Manajemen telah menetapkan tanggal terbaru terkait aksi korporasi yang telah mendapatkan pernyataan efektif sejak 14 Desember 2022. Periode tanggal terakhir perdagangan saham dengan HMETD atau cum-right di pasar reguler dan negosiasi ditetapkan pada 22 Desember, sementara pasar tunai pada 26 Desember 2022.
Bagi pemegang 100 juta saham BBTN yang namanya tercatat dalam daftar pemegang saham (DPS) Perseroan pada tanggal terakhir pencatatan (recording date) yakni 26 Desember 2022 berhak atas 32.525.443 HMETD.
Baca Juga: Bank BTN Akan Rights Issue dengan Harga Pelaksanaan Rp 1.200, Simak Jadwalnya Lalu bagaimana bila tidak memiliki 100 juta lot saham BBTN, apakah bisa mengikuti rights issue? Tentu saja bisa karena seluruh pemegang saham BBTN yang tercatat pada recording date bisa mendapatkan HMETD yang bisa ditukar menjadi saham baru. Jumlah HMETD yang diterima memiliki proporsi yang sama sesuai dengan dengan kepemilikan saham induk. Misalkan seorang investor ritel memiliki 10.000 unit atau setara dengan 100 lot saham BBTN. Setelah recording date, investor tersebut akan mendapatkan 3.252 HMETD. Seluruh HMETD tersebut bisa ditukar seluruhnya menjadi saham baru BBTN dengan jumlah 3.252 unit. HMETD akan muncul di akun sekuritas dengan kode BBTN-R pada masa pelaksanaan dan perdagangan HMETD mulai dari 28 Desember 2022 - 5 Januari 2023. Setiap 1 HMETD bisa ditukar menjadi 1 saham baru BBTN dengan harga pelaksanaan Rp 1.200 per saham. Jika ingin saham baru tersebut cepat masuk ke portofolio maka harus dieksekusisejak hari pertama perdagangan rights. Paling lambat dua hari, saham hasil exercise right tersebut sudah masuk ke keranjang investasi dan membentuk harga rata rata baru (average price). Pemerintah Indonesia sebagai pemegang saham utama akan melaksanakan seluruh HMETD dengan jumlah 2,06 miliar. Pemerintah akan menyuntikan penambahan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2,48 triliun. Sementara itu, PT CIMB Niaga Sekuritas akan bertindak sebagai pembeli siaga dalam aksi korporasi ini. Analis MNC Sekuritas Tirta Citradi menilai rights issue BBTN menarik karena ada pemanis atau sweetener pada harga pelaksanaan Rp 1.200. Bila dibandingkan dengan harga saham BBTN kemarin yang ditutup pada harga Rp 1.390, maka selisihnya mencapai Rp190 atau 13,67% lebih murah. Bila dibandingkan dengan nilai buku (book value) yang mencapai Rp2.039 maka ada potongan Rp 839 atau 41,15% lebih rendah. Nilai buku adalah harga riil saham yang dihitung dari hasil pencatatan ekuitas atau modal. "Tanpa aksi korporasi sebenarnya valuasi BBTN sudah menarik untuk investasi medium dan jangka panjang. Tambah menarik lagi karena ada diskon dalam pelaksanaan rights issue,” ujar Tirta, Jumat (16/12). Ia merekomendasikan beli saham BBTN dengan memberi target 12 bulan harga saham BBTN bisa menyentuh harga Rp 2.300. Sementara Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan rights issue ini penting untuk memperkuat permodalan, sekaligus untuk meningkatkan komposisi sumber dana murah BTN. Pasca rights issue CAR tier-1 BTN akan naik menjadi 19-20% dibandingkan posisi saat ini pada level 13%. BTN membutuhkan CAR tier-1 sebesar 18-20% untuk menyeimbangkan bisnis KPR komersiala. Menurutnya, saat ini memang waktu yang tepat bagi BTN untuk melakukan rights issue. Hal ini didorong oleh sejumlah data yang menunjukan dana asing kembali masuk ke Indonesia.
Baca Juga: BTN Punya Pembeli Siaga, BRI Pertahankan Porsi 15% di BSI “Ini merupakan peluang bagi rights issue BTN untuk menangkap dana-dana asing yang masuk tersebut. Dan kalau dana asing yang masuk tersebut dapat diserap lebih lama melalui instrumen pasar modal, ini akan jadi amunisi untuk memperkuat devisa nasional dan sekaligus dapat menjadi sinyal untuk mengarah pada penguatan nilai tukar Rupiah,” ujarnya. Sunarsip meyakini bahwa sektor properti yang menjadi bisnis utama BTN, masih akan tumbuh positif di 2023. Hal ini ditopang oleh berbagai indikator makro ekonomi dan indeks bisnis serta manufaktur memperlihatkan kinerjanya yang cukup solid. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi