KONTAN.CO.ID - JAKARTA. JAKARTA. Investor bakal memiliki alternatif investasi efek beragun aset (EBA) dengan
underlying kredit pemilikan rumah (KPR). Seiring rencana PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang bakal mesekuritisasi Rp 1,5 triliun hingga Rp 2 triliun KPRnya. Wakil Direktur Utama Bank BTN, Nixon LP Napitupulu menyatakan tengah mengurus izin aksi pendanaan ini. Ia menyatakan setiap tahunnya, BTN selalu melakukan sekuritisasi KPR sekitar Rp 2 triliun. “Hanya pada tahun kemarin BTN tidak mesekuritisasi KPR. Biasanya kita lakukan di akhir tahun. Ini sebagai upaya kita untuk mendorong agar pasarnya terus ada,” ujar Nixon belum lama ini.
Selain itu, perolehan pendanaan ini juga sebagai modal menekan
backlog perumahan di tanah air. Tahun ini Bank BTN menargetkan mampu menyalurkan pembiayaan perumahan sekitar 200.000 unit.
Baca Juga: Ini Respon Manajemen Danamon (BDMN) Soal Kabar Merger dengan Bank Panin Kendati demikian, BTN melihat kebijakan terkait sekuritisasi aset harus memberikan keuntungan dan insentif yang baik bagi bank. Misalnya relaksasi atas pengenaan pajak, kebijakan agar perbankan dapat lebih berminat di dalam melakukan sekuritisasi baik sebagai
originator maupun sebagai investor serta kemungkinan perluasan segmen KPR yang dapat dijadikan sebagai
underlying. Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyatakan pilihan instrumen ini menarik karena imbal hasil setara obligasi, di atas deposito. Bahkan memiliki agunan berupa KPR dan ujungnya sertifikat. "Minusnya pada likuiditas, bila dijual di tengah jalan bisa jadi sulit mencari penjual. Sehingga biasanya dipegang sampai jatuh tempo," ujar Wawan kepada Kontan.co.id pada Rabu (13/7). Lantaran masih terbatasnya perbankan yang mencari pendanaan lewat EBA. Baru ada BTN dengan KPRnya dan KB Bukopin dengan tagihan kredit pensiunannya. Secara risiko, Wawan menyebut instrumen investasi ini relatif terukur. Lantaran pembayaran KPR ditampung dulu ke
escrow account. "Diutamakan untuk bayar EBAnya dulu, misal ada yang macet, maka BTN wajib ganti kreditur KPR-nya. Sejelek-jeleknya, bila kredit macet semua, makan dapat sertifikat," tuturnya. Asal tahu saja, sekuritisasi ini pada dasarnya merupakan surat utang dengan
underlying asset KPR. Sebagai contoh, sebuah aset KPR yang jangka panjang 15 tahun akan dicicil oleh pemiliknya.
Baca Juga: Gelar Rights Issue, J Trust Bank Bidik Dana Segar Rp 1,27 Triliun Cicilan KPR itu lah yang dijadikan sebagai agunan dalam penerbitan surat utang ini. Lalu dijual di
secondary market atau biasa disebut Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP). Semua jenis investor bisa membeli instrumen ini lewat broker ataupun perusahaan sekuritas. Namun, Wawan mewanti-wanti agar calon investor memahami aset agunannya "KPR ini relatif aman, tetapi ada kasus garuda yang asetnya adalah
cashflow di masa yang akan datang, ini bisa meleset," kata Wawan.
Wawan melihat sekuritisasi aset kredit perbankan masih relatif sepi karena likuiditas perbankan yang masih longgar. Sedangkan penyaluran kredit masih pada tahap pemulihan Ditambah lagi, secara teknis penerbitan EBA ini tergolong rumit dibandingkan penambahan modal terbatas melalui penerbitan obligasi konvensional. Lantaran, perilisan EBA harus ada agunan maupun aset finansialnya. "Jadi kebutuhan pendanaan via sekuritisasi aset belum mendesak, ini kan dasarnya jadi
profit sharing ya sama pihak lain. Saya rasa dengan pertumbuhan ekonomi bank juga mau ekspansi atau menjaga likuiditas EBA ini salah satu opsi pendanaannya," tambahnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi