BTN Batal Akuisisi Bank Muamalat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Negra Tbk (BTN) memastikan proses akuisisi PT Bank Muamalat Indonesia BTN batal dilakukan.

Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (8/7) menyampaikan bahwa, BTN sudah berkonsultasi dengan pemegang saham dalam hal ini kementerian BUMN, juga sudah menyampaikan ke OJK bahwa BTN tidak akan meneruskan proses akuisisi Bank Muamalat. 

"Pada dasarnya kami memang tetap harus menjaga kesepakatan bersama Bank Muamalat, tapi secara umum dapat kami sampaikan dan kami juga sadah konsultasi ke pemegang saham dalam hal ini pak Menteri BUMN dan Pak Wamen dan kami juga sudah sampaikan ke OJK. Cuma kami belum lakukan keterbukaan informasi bahwa kami tidak akan meneruskan akuisisi Bank Muamalat dengan berbagai alasan yang bisa kami sampaikan kemudian," kata Nixon.


Lebih lanjut Nixon menyebut, BTN telah melakukan due diligence dengan Bank Muamalat sejak awal tahun 2024 ini, namun seiring dengan berjalannya proses due diligence BTN akhirnya mengambil keputusan untuk tidak meneruskan proses akuisisi.

Baca Juga: BTN Berencana Menerbitkan Obligasi Senilai Total Rp 9,88 Triliun pada Tahun 2025

Sebelumnya, BTN menargetkan due diligence terhadap Bank Muamalat rampung  pada April 2024 lalu. Namun, hal tersebut tak kunjung rampung, sehingga memunculkan rumor batalnya aksi akuisisi tersebut. Aksi korporasi ini sebagai bagian dari upaya pemisahan atau spin off unit usaha syariah (UUS) mereka yakni BTN Syariah menjadi bank umum syariah (BUS).

Sebelumnya, sejumlah sumber di kalangan ekonom dan pelaku pasar menyebutkan kabar tersebut hampir mendekati kenyataan. Keduanya dikabarkan sulit mencapai kata sepakat sehingga memilih melanjutkan agendanya masing-masing.

Bank BTN kembali fokus menyapih unit usaha syariah (UUS) sebagaimana perintah Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) terhadap UUS yang asetnya sudah melampaui 50% dari nilai aset induk untuk berdiri sendiri atau menjadi Bank Umum Syariah. 

Sementara Bank Muamalat melanjutkan agenda konsolidasi dan mencari mitra strategis antara lain melalui IPO.  

“Meski masih terdengar sayup sayup, tampaknya rumor tersebut (BTN batal akuisisi) memang benar adanya. Saat melakukan due diligence, kedua pihak mungkin merasa tidak memiliki visi yang sama dan akhirnya memilih strategi berbeda,” kata Sutan Emir Hidayat, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).

Visi yang dimaksud terkait dengan strategi pengembangan bank syariah hasil merger. BTN mungkin akan membawa bisnis model yang sangat fokus pada ekosistem perumahan, sementara banyak pihak berharap Bank Muamalat melanjutkan strategi yang sudah dirintis oleh para pendirinya. 

Selain itu, ia melihat kemungkinan ada sejumlah kendala teknis yang proses penyelesaiannya membutuhkan waktu cukup lama, seperti masalah akad kredit nasabah eksisting atau struktur pemegang saham Muamalat itu sendiri. 

“Kalau hambatannya terlalu banyak, mungkin berpisah adalah pilihan terbaik. Karena, jika terus dipaksakan, malah hasilnya bisa tidak bagus untuk semuanya,” katanya. 

Emir mencium gelagat batalnya akuisisi ketika Muhammadiyah menyuarakan pentingnya Bank Muamalat untuk berdiri sendiri, bukan menjadi bagian dari keluarga BUMN. Masukan tersebut mungkin membuat para pihak menjadi gamang untuk melangkah lebih jauh. 

Menurutnya, hal ini merupakan hal yang wajar. Ia bilang tidak semua due diligence harus berakhir dengan merger dan akuisisi. 

“Apapun keputusannya, kami tentu mengapresiasi selama keputusan tersebut didasari pertimbangan yang sangat matang. Yang penting semangatnya tetap sama yakni demi kemajuan industri keuangan syariah negeri ini,” katanya. 

Baca Juga: BTN Melakukan Tranformasi Digital Secara Terstruktur

Sementara Direktur Eksekutif Segara Research & Institute, Piter Abdullah menduga manajemen BTN dan pemegang saham pengendali Bank Muamalat yakni Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tidak mencapai kesepakatan valuasi, sehingga apabila prosesnya dilanjutkan justru akan merugikan semua pihak, termasuk BTN dan BPKH. 

“Mungkin kedua pihak terbentur situasi yang sulit tapi keputusan harus tetap diambil. Saya kira, apabila BTN batal beli Muamalat setelah due diligence, menunjukkan komitmen BTN dalam melakukan aksi korporasi yang kredibel dan akuntabel,” katanya.  

Kesepakatan harga mungkin tidak tercapai karena posisi BPKH sebagai pengelola dana haji. Sesuai aturan, investasi BPKH tidak boleh menghasilkan return negatif (rugi). Valuasi Muamalat saat ini, mungkin sudah dibawah nilai investasi awal BPKH. Sehingga, apabila Muamalat dijual di harga wajarnya saat ini, dapat menciptakan kerugian bagi BPKH yang bisa menimbulkan persoalan baru (masalah hukum) di kemudian hari. 

Sementara itu, di sisi lain, BTN juga tidak mungkin membeli Muamalat sesuai nilai investasi BPKH, karena dianggap mengabaikan rekomendasi tim appraisal dari hasil due diligence. 

“Patut diingat, saham yang akan dibeli BTN ini adalah milik BPKH yang pengelolaan dana nya diatur secara ketat oleh undang undang. Ini seperti simalakama; BTN tidak mungkin membeli aset pada harga yang lebih tinggi dari nilai wajarnya. Sementara BPKH tidak mungkin menjual aset atau kepemilikan saham di bawah nilai investasinya,” kata Piter.

Piter menambahkan hasil due diligence yang tidak sesuai harapan, bukan isu besar buat keduanya. BTN bisa fokus mencari strategi lain untuk spin off. Sementara bagi Muamalat ini menjadi momen yang bagus untuk melanjutkan transformasi sehingga bisa menjadi bank yang lebih sehat, kuat dan siap melanjutkan ke perjalanan berikutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi