KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) terus menggeber penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) ke pekerja di sektor informal menjelang usia ke-74 tahun pada 9 Februari 2024 mendatang. Selain untuk memperbesar pangsa pasar di segmen mikro, program ini juga membantu pemerintah dalam menekan angka backlog perumahan. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang belum memiliki rumah layak huni banyak dari pekerja informal. Sektor ini selama ini kurang terlayani karena dianggap tidak bankable. Sejatinya mereka punya penghasilan rutin meski fluktuatif. Itu sebabnya , sektor ini kini menjadi perhatian khusus. Di sisi lain, produk KPR rata rata bertenor panjang hingga di atas 20 tahun. Nilai kreditnya juga tidak kecil, mengikuti harga rumah yang menjadi objek kredit. Bank karena itu lebih memilih debitur dari pekerja sektor formal dengan penghasilan rutin untuk memastikan KPR nya tidak macet di tengah jalan.
“Skema KPR dan profil calon debitur seperti tidak ketemu. Tapi sebagai bankir, kita harus berani melakukan terobosan. Tanpa komitmen dan keberpihakan, calon debitur dari segmen informal ini sampai kapan pun bakal sulit mendapatkan KPR. Sementara jumlah mereka tidak sedikit dan menjadi penyumbang tingginya jumlah penduduk yang belum punya rumah. Di sinilah, BTN mengambil peran tapi dengan tetap menjalankan manajemen risiko secara hati hati,” kata Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu dalam keterangannya, Senin (5/2).
Baca Juga: Selama 47 Tahun Berdiri, BTN Telah Salurkan KPR ke Sektor Informal Rp 52 Triliun Sektor informal yang dilayani BTN memiliki profil yang beragam, mulai dari pengemudi ojek online, paguyuban pedagang pasar, pelaku UMKM, merbot masjid hingga komunitas tukang cukur. Mereka ini disebut pekerja sektor informal karena bukan hidup dari gaji yang nilainya selalu stabil serta serba pasti. “ BTN dalam lima tahun terakhir telah menyalurkan KPR ke sektor informal sebanyak sekitar 133.000 unit atau senilai sekitar Rp 22 triliun. Jika mengacu pada data sejak BTN dipercaya sebagai bank panyalur KPR pertama kalinya pada Desember 1976 atau 47 tahun lalu, maka angkanya lebih besar lagi. Perseroan sejak 47 tahun lalu telah menyalurkan KPR ke sektor informal sekitar 410.000 unit atau senilai sekitar Rp 52 triliun. Nixon bilang, pembiayaan rumah khususnya rumah subsidi sekitar 93% dinikmati oleh pekerja formal, sedangkan sektor informal baru 7%. Untuk itu, BTN terus mencari skema yang bisa mempermudah pekerja informal bisa menikmati pembiayaan. Menurut Direktur Eksekutif Segara Institut Piter Abdullah, keberanian BTN menyalurkan KPR bertenor panjang ke sektor informal patut diapresiasi. “Ketika BTN memutuskan menyalurkan KPR ke segmen bankable tetapi undeserved ini, manajemen tentu telah menganalisis potensi risiko se hati hati mungkin. Terutama risiko gagal bayar yang berujung pada kenaikan non performing loan (NPL),” kata Piter Ia melihat program populis tidak boleh menjadi beban di kemudian hari hanya karena tidak cermat melakukan kajian. Dia bilang, program populis yang baik adalah program yang bisa diimplementasikan, berhasil dan dapat menciptakan perubahan.
Baca Juga: Permudah Gen Z dan Milenial Punya Rumah, KPR BTN Syariah Hadir dengan Tenor 30 Tahu Dia menambahkan, penyaluran KPR ke mitra Gojek dan pedagang pasar mendatangkan beberapa manfaat bagi BTN, diantaranya sebagai diversifikasi target pasar, mendatangkan potensi dana murah, dan menjadi pintu masuk untuk menggarap pasar kredit mikro.
Lebih lanjut, Piter memandang improvisasi BBTN menyalurkan KPR bersubsidi ke pekerja informal bisa dinilai sebagai usaha ekstra untuk menekan angka backlog. Maklum, pangsa pasar utam KPR subsidi adalah masyarakat MBR dan mereka menjadi target utama penurunan angka backlog. Apabila penyaluran KPR bersubsidi ke abang Gojek dan pedagang pasar terus meningkat, BTN akan mendapatkan pertumbuhan jumlah nasabah dan porsi dana murah. “Selanjutnya, sangat mungkin para debitur ini akan menjadikan BTN sebagai bank utama penopang transaksi harian. Hal ini juga menjadi peluang untuk meningkatkan fee based income,” kata Piter. BBTN bisa menjadikan kepatuhan debitur dalam mengangsur sebagai pertimbangan pemberian kredit modal kerja. Jika abang gojek dan pedagang pasar menjadikan BTN sebagai rekening utama maka dampaknya akan lebih baik lagi. Aktivitas transaksi dan saldo mengendap akan menjadi track record sekaligus pengukuran profil risiko secara lebih presisi. “Jadi, penilaian kelayakan kredit bisa lebih efektif dan akurat,” katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk