JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) tampaknya masih kesulitan meraup untung maksimal dari kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA). Pembahasan peraturan KIK EBA antara BTN dan BI pun masih tertunda. "Kami belum sempat menindaklanjuti perihal KIK EBA karena kesibukan masing-masing pihak," ujar Evi Firmansyah, Wakil Direktur Utama BTN kepada KONTAN, Selasa (19/1) tengah malam.Bagi BTN, pengkajian ulang peraturan KIK EBA tentang mark to market alias harga pasar terakhir sangat penting. Sebab, peraturan inimenentukan laku tidaknya KIK EBA di pasar sekunder.Tak seperti saham yang diperjualbelikan terus-menerus, investor obligasi cenderung menahan surat utang yang dibelinya dan tak lagi menjualnya di pasar sekunder. Ujung-ujungnya, saat jatuh tempo, harga jual KIK EBA nanti akan sama dengan harga jualnya. Intinya, BTN ingin produk KIK EBA lebih likuid di pasar sekunder. "Kami hanya ingin ada acuan harga pasar yang jelas," kata Evi.Belum lagi, BTN harus menghadapi kebijakan PSAK 50 dan PSAK 55. Menurut Evi, dengan adanya peraturan itu, otomatis pembeli KIK EBA BTN adalah kalangan asuransi dan dana pensiun saja. Sementara bank-bank akan berpikir ulang jika akan membeli KIK EBA.Sekedar catatan, pada Semester II nanti BTN berencana menerbitkan KIK EBA baru senilai Rp 500 miliar. Tentu saja, BTN cemas jika KIK EBA yang akan diluncurkannya bakal tak laku di pasaran.November 2009 lalu, penjualan KIK EBA DSMF 02-KPR BTN ludes terjual senilai Rp 360 miliar. Produk ini merupakan produk kedua setelah DSMF 01. DSMF 02 ditawarkan dengan tingkat bunga 11% bertenor 3 tahun-5 tahun dan melengkapi target BTN menjual KIK EBA hingga akhir 2009 sebesar Rp 750 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BTN Masih Cemaskan Pasar Sekunder KIK EBA
JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) tampaknya masih kesulitan meraup untung maksimal dari kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA). Pembahasan peraturan KIK EBA antara BTN dan BI pun masih tertunda. "Kami belum sempat menindaklanjuti perihal KIK EBA karena kesibukan masing-masing pihak," ujar Evi Firmansyah, Wakil Direktur Utama BTN kepada KONTAN, Selasa (19/1) tengah malam.Bagi BTN, pengkajian ulang peraturan KIK EBA tentang mark to market alias harga pasar terakhir sangat penting. Sebab, peraturan inimenentukan laku tidaknya KIK EBA di pasar sekunder.Tak seperti saham yang diperjualbelikan terus-menerus, investor obligasi cenderung menahan surat utang yang dibelinya dan tak lagi menjualnya di pasar sekunder. Ujung-ujungnya, saat jatuh tempo, harga jual KIK EBA nanti akan sama dengan harga jualnya. Intinya, BTN ingin produk KIK EBA lebih likuid di pasar sekunder. "Kami hanya ingin ada acuan harga pasar yang jelas," kata Evi.Belum lagi, BTN harus menghadapi kebijakan PSAK 50 dan PSAK 55. Menurut Evi, dengan adanya peraturan itu, otomatis pembeli KIK EBA BTN adalah kalangan asuransi dan dana pensiun saja. Sementara bank-bank akan berpikir ulang jika akan membeli KIK EBA.Sekedar catatan, pada Semester II nanti BTN berencana menerbitkan KIK EBA baru senilai Rp 500 miliar. Tentu saja, BTN cemas jika KIK EBA yang akan diluncurkannya bakal tak laku di pasaran.November 2009 lalu, penjualan KIK EBA DSMF 02-KPR BTN ludes terjual senilai Rp 360 miliar. Produk ini merupakan produk kedua setelah DSMF 01. DSMF 02 ditawarkan dengan tingkat bunga 11% bertenor 3 tahun-5 tahun dan melengkapi target BTN menjual KIK EBA hingga akhir 2009 sebesar Rp 750 miliar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News