BTN Perkirakan PMN Rp 2,98 Triliun Bisa Dorong Penyaluran Kredit Hingga Rp 58 Triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemampuan ekspansi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) akan semakin kencang setelah mendapat penambahan modal tahun ini. Komisi VI DPR telah menyetujui usulan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 2,98 triliun pada bank spesialis kredit perumahan tersebut tahun ini. 

Kementerian BUMN selanjutnya akan mengajukan anggaran ke Kementerian Keuangan dan seterusnya dimintakan lagi persetujuan dari komisi XI DPR. Setelah putusan tertulis terkait PMN keluar, BTN akan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta persetujuan rights issue kepada pemegang saham yang direncanakan digelar pada September atau Oktober mendatang.

Haru Koesmahargyo, Direktur Utama BTN mengatakan penambahan modal diperlukan BTN untuk mendorong kecepatan ekspansi. Percepatan sangat diperlukan untuk segera menurunkan masalah backlog perumahan yang masih tinggi. 


Baca Juga: BTN Catatkan Penurunan Signifikan pada Restrukturisasi Kredit Terdampak Covid-19

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, angka backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta.

"Pemerintah sangat mensupport BTN. Saat ini lebih banyak lagi masyarakat yang membutuhkan rumah yang harus didukung, terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Tambahan PMN akan menambah kecepatan kami menyalurkan pembiayaan. Kalau tanpa PMN tetap bisa ekspansi tetapi akan lebih lambat," ujar Haru kepada Kontan.co.id, Senin (13/6). 

Menurut hitungan BTN, setiap penambahan modal sebesar Rp 1 triliun maka akan menghasilkan kemampuan mendorong penyaluran kredit sekitar Rp 12 triliun.  Dengan rencana PMN Rp 2,98 triliun yang mewakili 60% saham pemerintah di BTN maka total tambahan modal yang bisa didapat perseroan dari rights issue akan mencapai sekitar Rp 4,9 triliun. 

Sehingga tambahan PMN yang diberikan pemerintah itu bisa dileverage ke dalam penyaluran kredit hingga Rp 58,8 triliun. Angka itu didapat dengan mengkalikan Rp 4,9 triliun dengan Rp 12 triliun. 

Haru menjelaskan, modal atau equity merupakan harta pemegang saham yang menjadi penyangga apabila terjadi risiko kerugian kredit macet. Oleh karena itu, BTN tetap membutuhkan likuiditas dari dana masyarakat maupun pasar modal untuk melakukan ekspansi kredit. 

Dalam menurunkan angka backlog perumahan, pemerintah juga memberikan bantuan likuiditas kepada perbankan lewat program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk membiayai rumah subsidi. 

Dengan program itu, pemerintah memberikan bantuan likuditas dalam KPR rumah subsidi sebesar 75% dan 25% sisanya berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) bank.

Tahun ini, pemerintah memberikan kuota FLPP sebanyak 200.000 unit atau senilai Rp 28 triliun. Itu meningkat dari realisasi tahun 2021 yang mencapai 178.728 unit. 

Baca Juga: Laba BUMN Melesat, BTN Sumbang Profit dari Sektor Pembiyaan Perumahan

Haru bilang, BTN menargetkan menyalurkan 85% dari kuota FLPP tahun ini atau sekitar 170.000 unit. Sampai Aparil 2022, realisasi FLPP BTN sudah sekitar 40.000. 

"Itu masih on the track dengan target kami," ujar Haru. 

Seiring dengan rencana rights issue itu, BTN optimis bisa meraih pertumbuhan kinerja semakin besar. Adapun tahun 2022, kata Haru, BTN menargetkan laba bersih tumbuh sekitar 12%, lebih tinggi dari target kredit.  

Pertumbuhan laba didorong lewat ekspansi kredit dan tambahan fee based income, menekan biaya dana, serta dengan melakukan efisiensi.

Haru bilang, sebagian perolehan laba itu tentu akan dibagikan sebagai dividen dan sebagian akan dijadikan laba ditahan untuk menambah modal perseroan dalam melakukan ekspansi. Namun, dia menekankan pembagian deviden tentu akan ditetapkan oleh pemegang saham lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Pada kuartal I 2022, BTN telah membukukan laba bersih Rp 774 miliar atau tumbuh 23,89% dari periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi