BTPN bertekad menjadi qualified ASEAN bank



KONTAN.CO.ID - Mulai 1 Februari 2019, Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) resmi merger dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Banking Corporation Indonesia (SMBCI). Dan uniknya, bank hasil merger itu bernama Bank BTPN.

Dulu ada bank yang merger atau diambilalih asing, yang muncul adalah nama bank asing. Merger BTPN dan Sumitomo, yang muncul adalah BTPN. Artinya nama Sumitomo yang melebur, tapi tetap menjadi bagian Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC).

Setelah merger, kami ingin fokus menjadi bank yang bersifat universal. Maksudnya, BTPN mengarahkan panah bisnis ke berbagai segmen. Dari korporasi, menengah hingga ritel.


Dari segmen korporasi BTPN menyasar perusahaan besar yang terbagi menjadi tiga jenis debitur.  Pertama, perusahaan asal Jepang yang beroperasi di Indonesia.

Kedua, perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) di Tanah Air. Dan ketiga perusahaan raksasa milik konglomerat.

BTPN juga menyasar debitur segmen menengah atau komersial secara selektif, serta tetap menjajal nasabah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Komposisi bisnis korporasi (terhadap total portofolio) sekitar 45%. Retail  banking 45% dan menengah 10%.

Sejumlah sektor yang saat ini menarik adalah manufaktur besar, energi, ketahanan pangan serta infrastruktur. Dari sisi persaingan, sektor-sektor tersebut cenderung lebih rendah.

Wajar, untuk masuk ke segmen korporasi besar perbankan harus memiliki modal yang cukup dan kompeten untuk bidang tersebut.

Hal ini lah menjadi keunggulan BTPN setelah merger dengan SMBCI. Sebab, SMBC di Indonesia sudah sejak lama fokus menyalurkan kredit ke debitur korporasi besar.

Strategi bisnis ritel ke depan akan didorong agar lebih efisien untuk menekan operating expense (opex).

Cara utama yang sudah digalakkan sejak lama oleh perseroan yaitu dengan memanfaatkan teknologi digital (digital banking).

Lebih dari 35% debitur ritel BTPN  masuk dalam kategori milenial. Potensi ini akan dijajal untuk lebih menggemukkan laba.

Setelah merger, kedua bank ini dapat saling cross selling. SMBC misalnya. Dahulu hanya menggarap nasabah korporasi.

Setelah merger, BTPN akan masuk menggarap karyawan melalui payroll. Dan produk Jenius BTPN, dulu cuma di mall, sekarang bisa langsung  masuk korporasi.

Pasca merger, aset BTPN melesat menjadi Rp 189,9 triliun. Dan  menjadikan Bank BTPN sebagai bank terbesar ke-8 dari segi aset di tanah Air.

Total ekuitas perusahaan juga tercatat melambung tinggi dari sebelum merger Rp 19,4 triliun menjadi Rp 28 triliun setelah merger efektif.

Target berikutnya adalah BTPN ingin masuk ke Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 4 atau bermodal Rp 30 triliun lebih pada tahun 2021 mendatang. BTPN hanya mengandalkan penambahan modal dari sisi organik, yakni laba ditahan.

Sesuai ketentuan bank sesuai BUKU, makin tinggi permodal, maka bank akan semakin leluasa menjalankan bisnisnya.

Bank kelompok BUKU 4 juga dapat keistimewaan untuk menjadi Qualified ASEAN Bank (QAB) atau mendapat perlakukan sama dengan bank lokal saat berekspansi ke negara ASEAN lain.

QAB mendapatkan konsesi-konsesi dalam hal akses pasar dan perizinan cakupan operasional. BTPN bertekad suatu saat hadir di Filipina, Malaysia atau negara ASEAN lain.                          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Mesti Sinaga