Buah lokal menjadi tuan di negeri sendiri



JAKARTA. Anjloknya pasokan buah dan sayuran segar impor membuat eksportir buah dan sayur lokal kembali melirik pasar domestik. Mereka berharap penurunan pasokan itu akan memicu harga dan permintaan buah dan sayuran lokal sehingga keuntungan yang didapat lebih tinggi.

Salah satu eksportir yang kembali melirik pasar lokal adalah Ahmad Abdul Hadi, pemilik perusahaan eksportir dan distributor buah lokal Sumber Buah Sae di Cirebon, Jawa Barat. Menurutnya, selain karena permintaan dan harga buah lokal yang cenderung naik, saat ini biaya ekspor buah juga sangat tinggi.

Dengan kenaikan biaya ekspor itulah, margin penjualan yang didapat perusahaannya semakin tipis. "Biaya ekspor yang tinggi membuat kita sulit bersaing dengan negara eksportir buah tropis lain," kata Ahmad, Rabu (27/6).


Tahun lalu, Sumber Buah Sae rata-rata memasarkan sekitar 20 ton buah mangga setiap bulan. Jumlah itu meningkat 150% dibanding 2010 yang hanya 8 ton setiap bulan. Dari total penjualan yang dilakukan Sumber Buah, sebanyak 60% di ekspor, sedangkan 40% lainnya untuk pasar lokal.

Penjualan naik

Untuk tahun ini, Ahmad optimis penjualan perusahaannya akan meningkat sekitar 32% sehingga rata-rata penjualan per bulan menjadi 32 ton. Optimisme itu didorong oleh naiknya produksi buah-buahan yang akan membaik didukung oleh faktor cuaca. Selain itu, upaya pembatasan impor hortikultura juga akan membuat permintaan buah lokal menanjak.

Agustinus Peggy Asda, Pemilik Mitra Turindo asal Yogyakarta mengatakan, pengalihan pintu masuk impor hortikultura dari Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta ke Tanjung Perak, Surabaya menjadi momentum pengusaha buah lokal bersaing. "Buah lokal akan dapat bersaing dengan produk impor," katanya.

Mitra Turindo adalah eksportir dan distributor buah dalam negeri terutama buah salak. Perusahaan ini mampu menjual 450 ton buah salak per tahun dengan menjalin kemitraan dengan petani salah di daerah Sleman dan Magelang, Jawa Tengah.

Buah salak dihasilkan dari kebun salak seluas 75 hektare (ha) di Sleman dan 95 ha di Magelang. Dia berharap dengan peningkatan permintaan buah-buahan dalam negeri, potensi buah salak akan naik, sehingga lahan potensial di Magelang yang mencapai 4.000 ha bisa termanfaatkan.

Untuk bisa memanfaatkan momentum ini, Peggy menyarankan agar pengusaha buah lokal lebih kreatif dalam mengemas produknya. Dia mencontohkan, dengan kemasan menarik harga buah akan terdongkrak. Jika sebelumnya salak tanpa kemasan dijual seharga Rp 8.000 per kg, dengan kemasan baik harga bisa meningkat menjadi Rp 10.000. "Padahal satu kemasan isinya enam butir," katanya.

Hasan Wijaya, Ketua Asosiasi Eksportir Buah dan Sayuran Indonesia (AESBI) juga berharap pembatasan impor produk hortikultura akan membuat daya saing produk lokal terkerek. "Pengaturan importasi akan membuat harga produk holtikultura impor makin tinggi dan susah dicari," kata Hasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie