KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ambruknya pasar modal sampai 25%-30% tahun ini membuat banyak investor menelan kerugian. Tapi untuk sebagian orang, harga saham-saham yang melorot ini juga dianggap juga sebagai peluang. Apakah benar? Secara umum investasi saham bisa dijalankan dengan pendekatan fundamental dan teknikal. Para investor yang berinvestasi dengan cara fundamental mengandalkan analisis dari laporan keuangan perusahaan. Berikut ini wawancara KONTAN dengan Budi Frensidy Lecturer Universitas Indonesia. Kalau kita berinvestasi di pasar saham dalam kondisi normal kan bisa berdasarkan fundamental dan teknikal. Tapi dalam kondisi seperti sekarang ini bagaimana caranya kita bisa berinvestasi saham dengan cara fundamental?
Ya kalau kita mau berinvestasi dengan cara fundamental masih sulit ya. Sehingga kalau mau trading, silakan. Tapi kalau trading itu kan ya harus gesit. Harus benar-benar melihat indikator-indikator dan bukan menjadi investor tapi menjadi trader yang dekat-dekat ke spekulan. Kalau saya lihat secara fundamental, sekarang ini ketidakpastian besar. Laporan keuangan emiten di di kuartal 2 ini pasti jelek, tapi di kuartal 3 dan kuartal 4 kita masih belum tahu. Jadi secara keseluruhan masih belum tahu untuk kondisi laporan keuangan di tahun 2020 ini. Tapi kelihatannya kalau dibandingkan dengan 2019, pasti kondisinya akan lebih jelek. Koreksi ini wajar, tapi masalahnya kalau koreksinya berlebihan ya artinya ini peluang untuk yang punya uang dan uangnya tidak terpakai sampai 2-3 tahun ke depan. Kesulitan dari korporasi itu tidak terjadi hanya tahun ini, kecuali kalau Juni sudah selesai ya. Tapi kalau terus berlangsung sampai triwulan ke-3 yaitu September, ini kelihatannya belum akan
rebound atau laporan keuangannya kembali bagus seperti tahun sebelumnya di tahun 2021. Sangat mungkin baru akan di tahun berikutnya. Artinya dalam kondisi sekarang lebih baik keluar saja? Peluang untuk mengambil saham-saham terkoreksi ini seperti apa? Jangan semuanya dimasukkan ke dalam saham. Saya pikir kalau investor punya cash ya 50%-nya saja dimasukkan ke saham. Tapi ya itu tadi tujuannya untuk investasi bukan untuk trading. Kalau menjadi investor, artinya mencari keuntungan yang wajar dan dividen. Dalam kondisi sekarang paling bisa mengandalkan dari dividen. Saya melihat ketidakpastian yang besar di laporan keuangan triwulan 2 yang akan kita ketahui atau dapatkan di akhir Juli. Karena sekarang ini hampir tidak ada kegiatan ekonomi. Ya sebagian besarnya, mungkin ¼ masih biasa, tapi 2/3 atau lebih dari korporasi kita itu bisa dikatakan dalam kondisi tidak berproduksi. Dalam kondisi sekarang kan ada kemungkinan perusahaan pailit? Ya belum lagi itu, kondisi itu. Kalau telanjur punya saham-saham yang di industri paling terkena dampaknya, ya either menunggunya dengan spekulasi dia pailit,
cut loss yang cukup dalam juga dalam kondisi saat ini. Atau ya berspekulasi ya menghadapi risiko enggak bisa jual karena pailit, artinya karena kesulitan kas. Kalau itu sih kalau pun dia
survive mungkin perlu 2023 bukan 2022. Apa saja sektor yang paling kena hantam? Saya pikir yang pertama travel dan pariwisata, itu nomor satu. Sektor pariwisata kan banyak ya seperti hotel, dan angkutan, semacam Garuda. Kedua adalah industri pembiayaan dan perbankan karena menurut saya pengumuman kebijakan yang setahun dibebaskan mengangsur untuk UMKM dan ojol itu ya terlalu gegabah. Artinya tidak memikirkan industri ini
cashflow-nya hancur. Mestinya 3 bulan diberikan lalu dievaluasi, nah itu mungkin lebih bijak. Kalau seperti ini wah sudah puluhan triliun ini yang mengajukan relaksasi, penundaan pembayaran dan sebagainya. Dan jangan lupa kalau pembiayaan itu bermasalah nanti likuiditas, artinya NPL mereka bermasalah. Siap-siap saja karena sebagian besar mungkin 80% adalah pinjaman bank. Jadi bank pun akan kena ya dalam bentuk NPL, penundaan pembayaran, relaksasi bunga dan pokoknya. O ya pertumbuhan kredit juga kan semuanya sudah
freeze. Sudah tidak ada pertumbuhannya. Jadi setelah Januari-Februari semuanya berhenti, termasuk kredit konsumer seperti pembiayaan mobil dan lain-lain. Hantaman juga dialami sektor properti, karena semua jenis sewa perkantoran dan komersial kan kan entah dibebaskan atau banyak tenant yang sudah tidak mau menyewa lagi. Di triwulan ke-dua, ya praktis semua sektor kena, kecuali E-commerce, telekomunikasi, IT, farmasi, alat-alat kesehatan dan
consumer goods ya yang mungkin seperti biasa tidak ada imbas negatif. Kalau pun ada pengaruh tidak terlalu signifikan seperti yang lain bisa turun 30%-40%. Jadi apa saran Anda untuk para investor? Kalau pemegang cukup punya uang untuk investasi, pastikan bahwa uangnya itu paling tidak dipergunakan dalam 2 tahun ke depan. Dan janganlah terlalu pede untuk masuk 100% mungkin maksimal 50%, karena ketidakpastian masih besar jadi masih ya kita ya seperti juga korporasi banyak
wait and see. Jadi korporasi juga banyak menunda kok
capital expenditure-nya, ekspansinya. Investor pun sebaiknya agak konservatif menyikapi kondisi saat ini, sambil kita lihat apakah benar di Bulan Juni ini atau pun Juli bisa normal ya tidak lagi work from home ya. Jadi lebih baik kita mengikuti atau pun bergerak pada saat pasar menunjukkan tanda-tanda rebound dibandingkan dengan yang seperti sekarang ini. Ini bulan Mei ya sampai Juli saya pikir akan bergerak
sideway saja, artinya enggak lama naik dia akan mengalami banyak tekanan. Ya itu tips saya untuk yang fundamental ya. Kalau yang trading sih ya melihat momentum, ada saja yang akan didapatkan. Tapi tetap saja jangan semua dana untuk trading ya. Masih tetap utamakan ada likuiditas. Jadi saran saya untuk investor yang tidak sempat keluar di Bulan Februari atau awal Maret, ya tahun ini harus disyukuri dan diterima sebagai tahun yang sulit untuk mendapatkan keuntungan. Jadi prioritas jangan berharap portofolio kita kembali ke harga beli kita, karena yang utama adalah selamat. Baru nanti harapan mendapatkan keuntungan itu bisa kita dapatkan ya realistisnya di tahun 2022. Kalau dari aset alokasi pilihan yang menarik apa? Bisa masuk ke
money market, kalau di sini kan konservatif ya, produk-produk perbankan. Pilihan berikutnya ya ke obligasi pemerintah yang sekarang bisa memberikan yield 8%, karena kondisi normalnya nanti tidak lama lagi akan kembali ke 7% untuk obligasi pemerintah 10 tahun.
Jadi kalau pun mau lebih tinggi dari
money market jangan masuk ke obligasi korporasi apalagi yang rating-nya ya artinya bukan
investment grade-lah. Karena kita tidak tahu seberapa lama kondisi pandemi ini akan berlangsung. Jadi masuk di
government bond, sovereign bond. Tapi kalau mau ingin melihat peluang yang bagus, momen yang bagus untuk masuk ke pasar obligasi ya masukkan di
money market- lah. Menunggu ketidakpastian ini pelan-pelan reda. Tidak lagi seperti sekarang masih PSBB begini, jumlah korban masih bertambah dengan cukup besar, ya kita tidak berani terlalu optimistis dulu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Djumyati P.