JAKARTA. Mantan Deputi Gubernur Bidang Pengelolaan Devisa dan Moneter Bank Indonesia Budi Mulya menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaksakan kehendaknya dalam menyusun surat tuntutan untuk dirinya. Dalam tuntutannya, JPU menganggap pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century salah walaupun sudah dilakukan dengan landasan Perpu Nomor 2 Tahun 2008 yang dikeluarkan pemerintah."Sangatlah aneh tapi mengagumkan JPU memaksanakan pendapatnya, landasan hukum kebijakan Bank Indonesia untuk responsif Perpu Nomor 2 Tahun 2008 sebagai hal yang salah karena tidak menyebut secara spesifik krisis perbankan di Indonesia kecuali krisis global," kata Budi Mulya saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (30/6).Lebih lanjut Budi Mulya menyebut jaksa KPK mengabaikan bahwa diperlukannya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan lantaran kala itu tengah terjadi krisis di Indonesia akibat dampak krisis Amerika Serikat. Namun demikian lanjut Budi Mulya, JPU menggabungkan pendapat saksi yang tidak mengerti kondisi Bank Idonensia. Saksi tersebut menyatakan bahwa pada tahun 2008 tidak terjadi krisis sehingga kebijakan pemberian FPJP dipandang salah."JPU berisiko mengatakan bank sentral salah atau benar dari orang-orang yang tidak setiap hari melaksanakan tugas BI sebagai lender of the last resort," tambah dia.Oleh karena itu kata Budi Mulya, pihak KPK dapat mengonfirmasi kembali ke presiden soal Perpu Nomor 2 Tahun 2008. Budi Mulya mengatakan bahw presiden lah yang paling bertanggung jawb karena telah mengeluarkan Perpu tersebut.Sebelumnya, JPU menuntut Budi Mulya dengan hukuman pidana penjara selama 17 tahun dan pidana denda sebesar Rp 800 juta subsidair delapan bulan kurungan. Budi Mulya juga dituntutn untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1 miliar.JPU menilai, Budi Mulya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Centuy sebagai bank gagal berdampak sistemik.Budi Mulya bersama-sama dengan Wakil Presiden Boediono yang kala itu menjabat sebagai Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6, Budi Rochadi (almarhum) selaku Deputi Gubernur Bidang 7, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim terbukti menyalahgunakan wewenang dalam pemberian FPJP kepada Bank Century sehingga terjadi pemberian FPJP dengan total nilai sebesar Rp 689,39 miliar.Jaksa juga menilai, Budi Mulya besama-sama dengan Muliaman D Hadad yang kala itu menjabat sebagai Deputi Gubernur Bidang 5, Hartadi A Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3, Ardhayadi M selaku Deputi Gubernur Bidang 8, dan Raden Pardede selaku Sekertaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan Penyertaan Modal Sementara (PMS) kepada Bank Century secara total sebesar Rp 6,76 triliun.Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian Rp 7,45 triliun, menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Budi Mulya sebut jaksa KPK memaksakan pendapat
JAKARTA. Mantan Deputi Gubernur Bidang Pengelolaan Devisa dan Moneter Bank Indonesia Budi Mulya menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaksakan kehendaknya dalam menyusun surat tuntutan untuk dirinya. Dalam tuntutannya, JPU menganggap pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century salah walaupun sudah dilakukan dengan landasan Perpu Nomor 2 Tahun 2008 yang dikeluarkan pemerintah."Sangatlah aneh tapi mengagumkan JPU memaksanakan pendapatnya, landasan hukum kebijakan Bank Indonesia untuk responsif Perpu Nomor 2 Tahun 2008 sebagai hal yang salah karena tidak menyebut secara spesifik krisis perbankan di Indonesia kecuali krisis global," kata Budi Mulya saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (30/6).Lebih lanjut Budi Mulya menyebut jaksa KPK mengabaikan bahwa diperlukannya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan lantaran kala itu tengah terjadi krisis di Indonesia akibat dampak krisis Amerika Serikat. Namun demikian lanjut Budi Mulya, JPU menggabungkan pendapat saksi yang tidak mengerti kondisi Bank Idonensia. Saksi tersebut menyatakan bahwa pada tahun 2008 tidak terjadi krisis sehingga kebijakan pemberian FPJP dipandang salah."JPU berisiko mengatakan bank sentral salah atau benar dari orang-orang yang tidak setiap hari melaksanakan tugas BI sebagai lender of the last resort," tambah dia.Oleh karena itu kata Budi Mulya, pihak KPK dapat mengonfirmasi kembali ke presiden soal Perpu Nomor 2 Tahun 2008. Budi Mulya mengatakan bahw presiden lah yang paling bertanggung jawb karena telah mengeluarkan Perpu tersebut.Sebelumnya, JPU menuntut Budi Mulya dengan hukuman pidana penjara selama 17 tahun dan pidana denda sebesar Rp 800 juta subsidair delapan bulan kurungan. Budi Mulya juga dituntutn untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1 miliar.JPU menilai, Budi Mulya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Centuy sebagai bank gagal berdampak sistemik.Budi Mulya bersama-sama dengan Wakil Presiden Boediono yang kala itu menjabat sebagai Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6, Budi Rochadi (almarhum) selaku Deputi Gubernur Bidang 7, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim terbukti menyalahgunakan wewenang dalam pemberian FPJP kepada Bank Century sehingga terjadi pemberian FPJP dengan total nilai sebesar Rp 689,39 miliar.Jaksa juga menilai, Budi Mulya besama-sama dengan Muliaman D Hadad yang kala itu menjabat sebagai Deputi Gubernur Bidang 5, Hartadi A Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3, Ardhayadi M selaku Deputi Gubernur Bidang 8, dan Raden Pardede selaku Sekertaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memberikan Penyertaan Modal Sementara (PMS) kepada Bank Century secara total sebesar Rp 6,76 triliun.Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian Rp 7,45 triliun, menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News