Budi Starch & Sweetener (BUDI) siapkan capex Rp 80 miliar di 2021, untuk apa saja?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Budi Starch & Sweetener Tbk (BUDI) masih berupaya mendorong kinerja bisnisnya hingga akhir tahun ini. Meski pertumbuhan di kuartal ketiga tahun 2020 melambat, perseroan optimistis di kuartal terakhir ini dapat memperbaiki kinerjanya.

Hal itu, kata Alice Yuliana, Corporate Secretary BUDI, didorong oleh panen singkong di kuartal keempat ini. "Jadi ada kenaikan kuantitas (produksi), diharapkan mampu memperbaiki performance hingga akhir tahun," sebutnya saat paparan publik perseroan, Jumat kemarin (18/12).

Perusahaan berusaha mempertahankan pendapatan bersihnya, minimal tidak turun terlalu jauh dibandingkan tahun lalu. Sedangkan untuk perolehan laba bersih tahun ini diperkirakan di atas Rp 50 miliar, proyeksi laba tersebut tergolong rendah dibandingkan laba bersih tahun lalu yang mencapai Rp 61,2 miliar.


Baca Juga: Tahun 2021, United Tractors (UNTR) targetkan penjualan alat berat capai 1.700 unit

BUDI juga terus menjaga efisiensi agar dapat memperoleh keuntungan yang lebih baik, maka di tahun ini tidak ada anggaran ekspansi besar-besaran. Hanya belanja modal sebanyak Rp 60 miliar untuk kegiatan maintenance alat produksi dan perkantoran.

"Sedangkan di tahun depan belanja modal diperkirakan Rp 80 miliar, juga untuk maintenance rutin saja, belum ada investasi baru," sebut Alice. Akibat ketidakpastian ekonomi selama pandemi ini, perseroan belum dapat merinci besaran proyeksi pertumbuhan tahun depan.

Manajemen hanya berharap, pandemi dapat segera usai dan perekonomian dapat segera pulih dengan naiknya daya beli masyarakat. Mengulik laporan keuangan di kuartal ketiga tahun ini, pendapatan bersih BUDI tercatat turun 22,3% secara tahunan menjadi Rp 1,8 triliun.

Alice mengatakan penurunan disebabkan oleh penurunan volume penjualan akibat melemahnya daya beli masyarakat. Pendapatan usaha yang menyusut pada tiga kuartal pertama tahun ini juga didorong oleh penjualan lokal dan ekspor perusahaan yang menurun.

Untuk penjualan lokal perusahaan turun 22,31% year on year (yoy) menjadi Rp 1,76 triliun, sedangkan penjualan ekspornya turun 25,38% yoy menjadi Rp 46,28 miliar. Sebenarnya, pendapatan usaha perusahaan yang turun juga diiringi oleh penurunan pengeluaran pada beberapa pos beban. Beban pokok penjualan misalnya, tercatat turun 22,50% yoy menjadi Rp 1,58 triliun pada Januari-September 2020.

Baca Juga: Alokasikan capex Rp 1 triliun pada 2021, Inti Bangun (IBST) siap tambah tower baru

Sebelumnya, beban pokok penjualan BUDI mencapai Rp 2,04 triliun pada Januari-September 2019 lalu. Penurunan pengeluaran juga dijumpai pada pos beban lain seperti beban usaha serta beban bunga, bagi hasil, dan keuangan lainnya. Tercatat, beban usaha perusahaan turun 16,50% yoy dari semula Rp 112,21 miliar pada Januari-September 2019 menjadi Rp 93,70 miliar pada Januari-September 2020. 

Sementara itu, beban bunga, bagi hasil, dan keuangan lainnya turun 15,66%yoy dari Rp 113,08 miliar pada Januari-September 2019 menjadi Rp 95,36 miliar di Januari-September 2020. Sayangnya, pengeluaran yang turun di beberapa pos beban belum mampu mengimbangi penurunan yang terjadi pada sisi pendapatan usaha.

Setelah pendapatan usaha dikurangi beban pokok penjualan, beban usaha, serta pengeluaran-pengeluaran lainnya, BUDI hanya berhasil mengantongi laba bersih sebesar Rp 18,48 miliar pada sembilan bulan pertama tahun ini. Perolehan laba bersih tersebut lebih rendah  48,93% bila dibandingkan realisasi laba bersih periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 36,19 miliar.

Selanjutnya: Dewata Freight International (DEAL) Membidik Pendapatan Rp 367 Miliar di Tahun 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi