KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masa anak-anak seharusnya diisi dengan keceriaan. Itulah salah satu pesan utama dari peringatan Hari Anak Nasional setiap 23 Juli. Namun, ribuan anak-anak Indonesia harus berjibaku dengan statusnya sebagai Anak Dengan HIV/AIDS. Bahkan makin banyak generasi masa depan bangsa ini yang berstatus ADHA. Persoalan inilah yang coba disorot bersama oleh
KOMPAS, KOMPAS TV, dan KONTAN, sebagai salah satu upaya menyuarakan mereka yang suaranya tidak terdengar (
Voice for Voiceless). Nah, memang, tiga tahun terakhir, jumlah ADHA relatif turun. Persentase ADHA terhadap total penderita HIV/AIDS di Tanah Air, juga relatif mengecil. Namun, total populasi ADHA relatif tinggi, yakni mencapai sekitar jumlahnya naik jika dibandingkan 2.188 jiwa pada tahun lalu, dan naik turunnya seirama naik turun total penderita HIV/AIDS (
lihat infografik).
Pemerintah mengaku berupaya mengatasi persoalan ini, misalnya melalui strategi anggaran penanganan dan pencegahan HIV/AIDS. Anggaran ini masuk salah satu pos anggaran Kementerian Kesehatan, serta di daerah-daerah. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, anggaran kesehatan tahun 2014 senilai Rp 59,7 triliun. Tahun ini nilainya melesat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar Rp 123,1 triliun. Dari jumlah itu, anggaran untuk penanganan HIV/AIDS belum menjadi fokus penggunaan anggaran. Pemerintah masih memakai anggaran untuk tiga hal, yakni penanganan
stunting, prevalensi tuberkulosis, dan eliminasi malaria. Keterbatasan anggaran menyebabkan kesenjangan pemenuhan dana. Strategi dan Rencana Aksi Nasional 2015-2019 Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, mencatat kebutuhan pendanaan terkait HIV/AIDS tahun 2019 sebesar US$ 184,71 juta. Tapi, dana yang tersedia US$ 75,59 juta. Alhasil, masih ada kekurangan US$ 109,12 juta. Kesenjangan pemenuhan dana tersebut terus meningkat sejak tahun 2015 yang masih ada gap sekitar US$ 22,45 juta.
Meski belum menjadi fokus utama, Kementerian Kesehatan (Kemkes) memastikan alokasi dana APBN untuk mengatasi HIV/AIDS terus meningkat seiring penambahan anggaran kesehatan. "Tahun ini (anggaran penanganan HIV/AIDS) sekitar Rp 2,5 triliun. Jumlah ini sebenarnya sudah cukup besar untuk dimanfaatkan para penderita HIV/AIDS," kata Anung Sugihantono, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemkes, pekan lalu. Menurut Anung, sejak tahun 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki program peningkatan kualitas manusia Indonesia. Untuk itu, anggaran penanganan HIV dan AIDS mulai meningkat pesat sejak tahun 2018. Namun Anung tak merinci anggaran tahun 2018. Yang jelas, dari anggaran tahun ini yang senilai Rp 2,5 triliun, sebanyak Rp 1,1 triliun khusus untuk belanja obat. "Anggaran ini sangat besar, dan diharapkan mampu menurunkan angka penderita ODHA dan ADHA," papar Anung. Anung menandaskan, anggaran penanganan HIV/AIDS bisa stabil atau bahkan naik tahun berikutnya, terutama untuk pencegahan. Pemerintah berjanji memperbanyak pengadaan alat skrining untuk menyesuaikan dengan angka kehamilan di Indonesia yang mencapai 5,2 juta orang per tahun. Dia optimistis, langkah ini akan efektif mencegah penambahan ADHA. Kendala lain Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menandaskan, pemerintah berupaya maksimal untuk mencegah peningkatan jumlah ADHA. Agar anak-anak tak berdosa tidak menanggung virus yang diderita oleh ibunya, pemerintah memberi fasilitas pemeriksaan kandungan untuk mendiagnosis virus itu secara gratis. Fasilitas itu bisa didapatkan di puskesmas, klinik, hingga rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini terdapat 7.093 layanan kesehatan yang bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi dan mengobat HIV/AIDS. "Bila positif HIV ibu tersebut bisa minum obat antiretroviral (ARV) yang disediakan pemerintah," terang Nila. Nila menyatakan, anak usia 0-14 tahun pengidap HIV hampir dipastikan berasal dari orang tuanya, dalam hal ini ibu yang melahirkannya. Dus, dia mengimbau kepada para orang tua untuk memeriksakan kondisinya ke dokter. "Kebanyakan orang tua ini malu atau enggan ketika diminta untuk periksa, akhirnya anak yang jadi korban," papar Nila. Padahal , pencegahan penularan HIV/AIDS bisa efektif jika sebelum usia kandungan berusia 4-6 bulan. Ibu hamil bisa menghindari anak dalam kandungannya bersih dari virus HIV dengan minum obat ARV secara rutin dan mendapat bimbingan dari tenaga medis.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengakui anggaran penandangan ODHA dan ADHA masih minim. Selama ini anggaran tersebut masih terfokus untuk obat dan tenaga medis. Padahal, penanganan penderita HIV/AIDS yang utama adalah sosialisasi dan bimbingan. "Anggaran yang digelontorkan masih minim sehingga rehabilitasi belum merata. Banyak juga yang tidak terkover karena tidak tahu," kata ," kata Ace. Anggaran untuk penanganan HIV/AIDS masih minim sehingga rehabilitasi belum merata. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto