Buka lagi jendela ampunan, penegakan tetap jalan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seperti yang dijanjikan, Kementerian Keuangan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/2016. Namun, isi dari revisi aturan itu ternyata melampaui harapan dari yang tadinya hanya mempermudah jalan bagi wajib pajak peserta amnesti untuk memperoleh surat keterangan bebas (SKB) pajak penghasilan (PPh) atas balik nama aset.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan, revisi PMK ini juga membuka jendela ampunan kedua bagi yang tidak ikut amnesti pajak dan bagi peserta amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya. Mereka tidak akan dikenai sanksi asalkan mengungkapkan sendiri harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan (2015) bagi yang bukan peserta amnesti pajak, atau belum diungkapkan dalam SPh bagi peserta amnesti pajak.

Meski demikian, dibukanya jendela ampunan ini bukan berarti penegakan hukum atau law enforcement bagi wajib pajak nakal berhenti. Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, penegakan hukum terkait harta bersih yang ditemukan DJP sesuai PP 36 Tahun 2017 tetap berjalan.


Law enforcement tetap berjalan. Jadi batas waktu untuk pengungkapan sendiri oleh WP tersebut adalah ketika pemeriksa datang dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak, yang bisa terjadi kapan saja,” katanya kepada KONTAN, Minggu (19/11).

Artinya, untuk harta tersembunyi yang ditemukan oleh Ditjen Pajak dan pemeriksa sudah datang, yang dikenakan adalah tarif pajak berdasarkan PP 36 plus sanksi 2% perbulan bagi yang tidak ikut amnesti pajak, dan sanksi 200% bagi yang ikut amnesti pajak.

Sementara, bagi yang sukarela melakukan laporan sendiri sebelum diperiksa, baik sudah ikut amnesti maupun tidak ikut amnesti, hanya dikenakan tarif di PP 36 saja dan tidak dikenakan sanksi. Tarif berdasarkan PP 36 sendiri untuk WP Badan sebesar 25%, untuk WP orang pribadi (OP) sebesar 30%, dan WP tertentu sebesar 12,5%.

Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Roni Bako mengatakan, revisi aturan ini seharusnya tidak memunculkan anggapan adanya ketidakadilan bagi WP yang sudah ikut amnesti pajak. Sebab, tarif yang dikenakan jauh lebih tinggi dibandingkan saat amnesti.

Belum lagi, banyak peserta amesti pajak yang memang belum sepenuhnya patuh. “Ini sudah adil. Peserta amnesti pajak tidak dirugikan karena banyak juga yang belum laporkan seluruh hartanya,” kata dia.

Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, dengan adanya kelonggaran ini, tak ada alasan lagi bagi WP terus meminta kelonggaran lagi. “Ditjen Pajak tak perlu ragu lagi melakukan law enforcement, bagi mereka yang nyata-nyata tidak mau patuh, meski sudah diberi kesempatan kedua. Ini soal persepsi keadilan juga,” jelasnya.

Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji mencatat, penerimaan dari proses pemeriksaan dan penegakan hukum pasca-amnesti pajak sekitar 70% dari target yang Rp 59,5 triliun, atau sekitar Rp 41,3 triliun. “Kami akan terus lakukan, tetapi kami prioritaskan yang tidak ikut amnesti pajak,” kata dia.

Ditjen Pajak juga melanjutkan upaya penegakan hukum pajak melalui bukti permulaan (bukper) bagi WP yang terindikasi pidana. Seperti diketahui, ada lebih dari 100 perusahaan yang tengah dalam proses bukper ini.

Meski demikian, perlu ditekankan bahwa WP yang ikut amnesti pajak, untuk tahun pajak 2015 tidak bisa dibukper, juga tidak bisa diperiksa. “Ya, kalau WP nakal setelah amnesti pajak, tentu berlaku ketentuan perpajakan yang biasa,” ujar Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Yuli Kristiyono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati