Bukan Hanya Dolar AS, Ini Pilihan Investasi Valas di Tahun 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan, posisi dolar Amerika Serikat (AS) nampaknya mulai tergantikan. Investor valas disarankan mencermati mata uang berikut ini agar dapatkan imbal hasil tinggi.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C Permana menilai bahwa sebenarnya dolar AS masih menjadi salah satu pilihan mata uang asing di tahun depan. Hal itu karena kebijakan suku bunga Bank Sentral AS diperkirakan masih akan berlanjut.

Seperti diketahui, penguatan dolar AS di sepanjang tahun ini terdorong oleh kebijakan suku bunga The Fed. Secara year to date (YTD), dolar AS berhasil menguat terhadap rupiah sebesar 8,14% menuju level Rp 15,425 pada akhir perdagangan Jumat (2/12).


Hanya saja, Fikri mencermati penguatan dolar AS akan sangat terbatas seiring Fed Rate yang dinilai sudah mendekati puncaknya. Volatilitas penguatan dolar AS memang masih berlanjut, namun kemungkinan laju penguatan USD/IDR bakal lamban setelah kuartal I-2023.

Fikri menjelaskan bahwa pada dasarnya prospek mata uang suatu negara sangat bergantung pada kebijakan Bank Sentral terkait kemampuan untuk menarik kepercayaan investor terhadap mata uang mereka. Karena itu, mata uang negara-negara yang mencetak surplus perdagangan yang diperkuat pula dengan pertumbuhan ekonomi, terlihat menarik di hadapan asing.  

Baca Juga: Ekonom Menilai BI Tepat Implementasikan Rupiah Digital Secara Bertahap

"Jika hasil komoditas masih bagus ataupun memiliki sumber daya alam yang kaya maka mata uang negara tersebut berpotensi diuntungkan," imbuh Fikri kepada Kontan.co.id, Minggu (4/12).

Namun, perlu diperhatikan bahwa pemerintah harus mampu menjaga agar uang tidak parkir di negara luar seperti contohnya devisa hasil ekspor dibawa ke luar negeri.

Fikri menambahkan bahwa setelah market risk-on ditandai dengan ditinggalkannya dolar AS, maka negara dengan aset portofolio dan expected return lebih baik bakal dicari investor pengoleksi mata uang asing. Kinerja mata uang negara-negara seperti Filipina, Thailand, Brazil, Argentina hingga Indonesia diperkirakan bakal gemilang di tahun depan.

Prospek mata uang Kanada dan Australia sebetulnya juga cukup baik karena didukung sumber komoditas yang tinggi. Namun, pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut masih terbatas jika dibandingkan negara kawasan Asia Tenggara.

Poundsterling pun menarik dicermati sebagai salah satu mata uang rival dari Dolar AS. Pelemahan dolar AS akan membawa posisi Poundsterling naik. Jika pemerintah Inggris mampu menstabilkan ekonomi, bukan tidak mungkin penguatan bakal berjalan lebih lanjut.

Di samping itu, mata uang Yuan bersiap rebound atau berbalik menguat terhadap dolar AS di tahun depan. Terlepas dari tekanan penguatan dolar AS, Yuan di tahun 2023 diprediksi akan terapresiasi karena risiko dari kebijakan zero covid bakal berkurang.

"Jika lockdown China berkurang, harapannya sektor manufaktur akan lebih baik yang kemungkinan mendorong performa Yuan," kata Fikri.

Baca Juga: Dolar AS Diramal Masih Menjadi Mata Uang Pilihan pada Tahun Depan

Berbanding terbalik, dolar Singapura justru diprediksi terdepresiasi di tahun depan. Alasannya adalah era suku bunga tinggi sudah perlahan usai yang menunjukkan sinyal bahwa dolar Singapura akan ditinggalkan.

Fikri melihat bahwa penguatan SGD/IDR sepanjang tahun ini karena dolar Singapura dipilih sebagai safe haven di kawasan regional. Jadi dana-dana yang ada di kawasan atau surplus perdagangan lari ke Singapura untuk sementara waktu yang membuat SGD naik.

Adapun kinerja dolar Singapura tampil perkasa dihadapan mata uang garuda. SGD/IDR sukses bertumbuh 8,19% secara ytd.

Proyeksi Fikri di tahun 2023, USD/IDR bakal berada di rentang Rp 15.200-15.800 per dolar AS. Namun, harapannya bisa ditutup dengan level yang sama di tahun ini berkisar Rp 15.400- Rp 15.600 per dolar AS.

Sementara posisi Yuan China diperkirakan berada di level Rp 2.100 - Rp 2.300. Sedangkan, Poundsterling Inggris dinilai bakal kembali ke level penguatannya di area Rp 18.000 - Rp 20.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari