Bukan peserta bantuan iuran, berikut kelompok penyumbang defisit BPJS Kesehatan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan mencatat per September 2018 defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai Rp 7,95 triliun. Jumlah itu merupakan selisih dari iuran yang terkumpul yakni Rp 60,57 triliun dengan beban Rp 68,52 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Madiasmo mengatakan, sumber defisit itu paling besar dari peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU/pekerja informal). Berdasarkan data yang dipaparkan dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, ia mengatakan segmen peserta itu hanya bisa mengumpulkan iuran sebesar Rp 6,51 triliun.

Sementara beban yang ditimbulkan senilai Rp 20,34 triliun, sehingga memiliki selisih Rp 13,83 triliun. Kemudian segmen peserta bukan pekerja juga memiliki selisih Rp 4,39 triliun. Sebab, iuran yang terkumpul Rp 1,25 triliun sementara bebannya Rp 5,65 triliun.


Begitu juga dengan pekerja penerima upah (PPU) yang didaftarkan pemerintah daerah juga menyumbang defisit Rp 1,44 triliun karena iuran Rp 4,96 triliun dan bebannya Rp 6,43 triliun.

"Justru kalau kita melihat data segmen penerima bantuan iuran (PBI) itu justru tidak negatif, kalau analisis per segmen, Pemda yang buat negatif," katanya di Gedung DPR/MPR, Senin (29/10).

Pasalnya, terlihat iuran PBI Itu sebesar Rp 19,1 triliun dan bebannya cenderung lebih rendah Rp 15,89 triliun. Jadi, dari PBI justru surplus Rp 3,21 triliun. Maka itu, Kemkeu bersama-sama dengan BPJS Kesehatan membutuhkan kesepakatan pihak untuk memperkuat regulasi.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, regulasi itu mengatur tentang peserta yang menunggak atau mengemplang iuran yang bisa dikenakan sanksi. Sebab UU memperbolehkan untuk itu.

"BPJS tidak melakukan sanksi, kami hanya bisa bekerjasama dengan pihak lain," tambah Fahmi. 

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah bekerjasama dengan SIM di Kepolisian. "Jadi kalau mau bikin SIM tidak bisa kalau masih nunggak iuran BPJS Kesehatan. Begitu juga dengan Bank Indonesia, transaksi perbankan tidak bisa dijalankan kalau masih nunggak. Ini yang masih dicanangkan," jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi