Bukan Soal Tarif, Ini Masalah Utama yang Dihadapi Ojek Online



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah demonstrasi yang berlangsung di Jakarta pada Kamis (29/08), para pengamat mengungkap bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh mitra ojek online tidak semata-mata terkait tarif yang ditetapkan.

Sebagai informasi, demonstrasi yang diadakan oleh Koalisi Ojol Nasional tersebut mengajukan enam poin tuntutan. Adapun tuntutan-tuntutan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Revisi dan penambahan pasal dalam Permenkominfo Nomor 1 Tahun 2012 yang mengatur formula tarif layanan pos komersial bagi mitra ojek online dan kurir.
  2. Evaluasi dan pengawasan terhadap program aplikator yang dianggap merugikan mitra.
  3. Penghapusan Program Layanan Tarif Hemat yang dinilai tidak manusiawi.
  4. Penyeragaman tarif layanan di semua aplikator.
  5. Penolakan terhadap promosi aplikator yang dibebankan kepada pendapatan mitra driver.
  6. Legalitas ojek online di Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama dari beberapa kementerian terkait.
Baca Juga: Pemeritah Bakal Rumuskan Regulasi Penyesuaian Tarif Paket Ojek Online


Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menyatakan bahwa terkait tarif, pembagian resmi yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan seharusnya adalah 20% dari total tarif yang diterima mitra.

Namun, dalam kenyataannya, potongan yang diterima mitra sering kali melebihi 25%, yang jelas melanggar regulasi. Sebagai contoh, jika seorang pengemudi ojek online menerima pembayaran sebesar Rp10.000, maka potongan biaya aplikasi dapat mencapai Rp2.800 (28%), sehingga yang diterima oleh pengemudi hanya Rp7.200.

Selain potongan tarif yang dirasa tidak sesuai dengan regulasi, mitra ojek online juga dihadapkan dengan potongan biaya aplikasi sebesar 10% hingga 15%, dengan tambahan sanksi administratif apabila aplikator melanggar ketentuan yang ada.

Igun menambahkan bahwa pemerintah sebagai regulator belum dapat memberikan sanksi hukum atau administratif terhadap aplikator yang melanggar regulasi tersebut.

Di samping itu, Igun juga mengajukan permohonan agar sepeda motor diakui sebagai alat transportasi umum melalui legal standing, dengan tujuan untuk melindungi pengemudi dari risiko asuransi, mengingat sepeda motor saat ini belum diakui sebagai alat transportasi umum.

Baca Juga: Demo Ojek Online Tidak Ganggu Kinerja GOTO, Cek Rekomendasi Sahamnya

Terkait tuntutan dari asosiasi ojek online, Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda, menjelaskan bahwa hubungan antara mitra dan platform seperti Gojek dan Grab merupakan hubungan pasar dua sisi. Platform ini berfungsi sebagai penghubung antara driver dan konsumen. Potongan biaya yang diterapkan menjadi permasalahan antara platform dan konsumen.

Nailul Huda juga mengusulkan bahwa solusi terbaik untuk masalah tarif ini adalah dengan adanya kenaikan tarif secara berkala berdasarkan jarak atau kilometer. Kenaikan ini diharapkan dapat menguntungkan driver ojek online dan mengatasi permasalahan yang muncul antara driver dan konsumen.

Terkait dengan permintaan agar sepeda motor diakui sebagai alat transportasi umum, menurut Nailul, hal tersebut belum dianggap mendesak. Yang paling mendesak saat ini adalah pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Perhubungan, membuat peraturan yang implementatif, seperti skema perlindungan sosial khusus bagi driver ojek online.

Skema ini dapat mencakup BPJS kesehatan, Jaminan Hari Tua (JHT), dan bentuk jaminan lainnya yang disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan driver ojek online, sebelum adanya undang-undang yang lebih jelas.

Nailul menekankan pentingnya pemerintah mengambil langkah ini demi kesejahteraan para driver ojek online di Indonesia.

Selanjutnya: Tak Ingin Buru-Buru, Pemerintah Kaji Ulang Jadwal Pemindahan ASN ke IKN

Menarik Dibaca: 6 Alasan Ilmiah Mengapa Cokelat Baik Bagi Kesehatan Tubuh, Terbukti Lewat Penelitian

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .