KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menyiapkan sejumlah strategi untuk mempertahankan kinerja. Ini terutama dilakukan di tengah penerapan aturan harga batubara
domestic market obligation (DMO) untuk PLN. Tahun ini, PTBA berharap penjualan batubara bisa naik 9,52% dari 23,63 juta ton jadi 25,88 juta ton. Komposisinya, 53% atau 13,74 juta ton untuk pasar domestik dan 47% atau 12,15 juta ton untuk pasar ekspor. Kenaikan target penjualan diikuti kenaikan produksi. PTBA membidik bisa memproduksi batubara 25,54 juta ton, naik 17% dari tahun lalu sebesar 21,92 juta ton. Sampai dengan kuartal I-2018, PTBA telah memproduksi 5,3 juta ton batubara atau naik 17%
year on year (yoy). Dari jumlah tersebut, sebanyak 25% telah diserap untuk kebutuhan DMO.
Arviyan Arifin, Direktur Utama PTBA, mengatakan, sesuai dengan ketentuan pemerintah, PTBA menjual batubara berkalori 4.800-5.000 kcal untuk DMO. Ia tak menampik, kebijakan harga DMO berpengaruh langsung terhadap pendapatan PTBA. Karena itu, PTBA bakal meningkatkan produksi batubara berkalori tinggi. Diharapkan, proses produksi dan penjualan kembali mulai dilakukan pada April dan Mei 2018. Jumlah yang dibidik sebanyak 1,7 juta–2 juta ton pada tahun ini. PTBA berencana mengekspor batubara
medium to high calorie ke pasar premium. "Meski ada penurunan pendapatan, tapi dengan adanya penjualan batubara berkalori tinggi, bisa mengompensasi efek dari harga DMO ini," kata Arviyan. Permintaan akan batubara berkalori tinggi saat ini cukup besar, bahkan tak sebanding dengan kemampuan produksi. "Ini
overdemand, karena banyak yang minta," imbuh Arviyan. Sharlita Malik, Analis Samuel Sekuritas, menyatakan, penetapan harga batubara DMO membuat ia merevisi pendapatan PTBA 3% lebih rendah dari asumsi sebelumnya. Ini dengan asumsi harga tetap di US$ 70 per ton sampai akhir 2019. Pendapatan PTBA di 2018 dan 2019 masing--masingv menjadi Rp 21,9 triliun dan Rp 23,2 triliun. Di sisi lain, PTBA juga ingin menggenjot kinerja dari lini bisnis lainnya. Kini, PTBA tengah mendorong proyek PLTU Mulut Tambang Sumatra Selatan 8. PTBA telah menandatangani amandemen
power purchase agreement (PPA) dengan PLN pada Oktober 2017. Konstruksi PLTU Sumsel 8 berkapasitas 1.200 MW itu akan dimulai pada pertengahan 2018 ini. "Ini proyek yang sudah cukup lama diimpikan. Proyek dimulai triwulan III-2018," kata Arviyan. Proyek senilai US$ 1,6 miliar itu diharapkan mulai beroperasi awal 2022. Selain pembangunan PLTU Sumsel 8, PTBA juga melakukan pengembangan usaha terkait dengan proyek hilirisasi batubara.Dalam proyek ini, PTBA bekerja sama dengan PT Pupuk Indonesia, PT Pertamina, dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). "Ini untuk melakukan pengembangan usaha menjadi produk
downstream,” lanjutnya. Tahun ini, PTBA menyiapkan belanja modal Rp 6,55 triliun, yang terdiri dari Rp 1,43 triliun untuk investasi rutin dan Rp 5,12 triliun untuk investasi pengembangan. PTBA juga tengah mempertimbangkan untuk mengakuisisi perusahaan tambang. Pembagian dividen Tahun ini, PTBA meningkatkan rasio pembagian dividen. PTBA akan membagi dividen Rp 3,35 triliun dari total laba bersih tahun 2017. Artinya
dividend payout ratio PTBA mencapai 74,94%.
Dividen ini setara Rp 318,52 per saham. Angka ini sekaligus menjadi
dividend payout ratio dan nilai dividen terbesar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, biasanya dividen PTBA hanya setara 30% dari total laba bersih. Arviyan bilang, kenaikan rasio pembayaran dividen ini atas permintaan pemegang saham mayoritas, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Kabar yang beredar, Inalum tengah membutuhkan dana besar untuk akuisisi. Sharlita masih merekomendasikan beli PTBA. Tapi ia menurunkan target harga menjadi sebesar Rp 3.850 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati