BUKU III sepakat pengetatan LDR akan berlanjut pada tahun depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kinerja perbankan per Oktober 2018 masih kinclong. Tercermin dari pertumbuhan kredit secara industri yang naik 13,35% secara year on year (yoy). Jumlah tersebut naik bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 12,69%. Sebaliknya, dana pihak ketiga (DPK) perbankan masih belum tumbuh sekencang kredit atau baru naik 7,6% yoy per Oktober 2018.

Meski begitu, pertumbuhan DPK tersebut naik sedikit dari periode September 2018 yang sebesar 6,6%. Pertumbuhan ini praktis nembuat posisi loan to deposit ratio (LDR) perbankan semakin tebal.

Memakai asumsi pencapaian kredit dan DPK per Oktober 2018 lalu, maka LDR perbankan secara industri berada di level 93,05%. Nah, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sempat menyebutkan dalam indikator likuiditas per September 2018 kalau LDR perbankan sudah menyentuh 94%.


Dari analsisis tersebut, BUKU III dinilai LDR-nya paling ketat yakni di atas 103% sampai September 2018. Menurut LPS, pengetatan likuiditas yang terjadi di BUKU III ini diprediksi dapat membuat persaingan perebutan dana masyarakat di pasar menjadi semakin sengit.

Sejumlah bank BUKU III yang dihubungi Kontan.co.id mengamini bahwa pengetatan likuiditas di pasar makin terasa.

Direktur Utama PT Bank Mayapada Internasional Tbk Haryono Tjahjarijadi mengatakan posisi LDR Bank Mayapada per Oktober 2018 sudah menyentuh level 91%. Padahal, pertumbuhan kredit dan DPK Bank Mayapada relatif stabil yakni sebesar 13% secara yoy.

Walau demikian, pihaknya sudah sejak lama mengantisipasi pengetatan likuiditas tersebut. Maka dari itu, bank bersandi emiten bursa MAYA ini sempat melakukan rights issue dan menerbitkan obligasi subordinasi (subdebt) dengan total dana mencapai Rp 3 triliun.

Menurutnya, meski LDR terlihat meninggi hal tersebut tak semerta-merta mengindikasikan likuiditas Bank Mayapada tengah mengetat.

"Kami baru selesai rights issue dan subdebt total Rp 3 triliun dan dana masuk ini kan tidak dihitung sebagai DPK sehingga LDR kelihatan lebih tinggi dari biasa yaitu 82%-83%," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (29/11).

Menurut Haryono, DPK perbankan yang saat ini kenaikannya relatif lebih rendah dibanding kredit dikarenakan pemilik dana saat ini punya banyak pilihan dalam penempatan dananya.

Artinya, tren di masyarakat saat ini tidak hanya menaruh dana dalam bentuk deposito maupun dana murah alias tabungan maupun giro. Pada prakteknya, banyak beberapa surat berharga maupun surat utang yang memberikan imbal hasil (yield) setinggi atau bahkan lebih tinggi dari deposito.

Kondisi ini juga diperparah dengan terbatasnya dana yang ada di pasar yang membuat likuiditas cukup ketat. Sementara itu dari sisi kredit, Haryono menegaskan kalau pertumbuhan tersebut sangat bergantun pada iklim usaha.

Debitur-debitur besar saat ini memang memerlukan tambahan modal kerja untuk menangkap iklim usaha yang sejauh ini masih kondusif.

"Untuk kredit sangat tergantung dengan iklim usaha. Pengusaha hanya memerlukan tambahan modal kerja kalau memang iklim usaha kondusif atau menjanjikan," ungkapnya.

Pengetatan DPK juga dirasakan oleh Bank Pembangunan Daerah. Malah, BPD cenderung lebih merasakan kekeringan likuiditas di akhir tahun dibandingkan bank lain. Sebab, Pemerintah Daerah akan melakukan pencairan dana Pemda jelang tutup tahun.

PT BPD Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) misalnya yang memperkirakan LDR pada akhir tahun akan meningkat hingga 80%. Padahal, Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Satyagraha menjelaskan pada periode akhir Oktober 2018 lalu LDR Bank Jatim masih ada di kisaran 64%.

"Iya betul (ada pencairan dana Pemda). LDR naik menjadi sekitar 80% akhir tahun," singkatnya.

Sementara itu, dari sisi kinerja keuangan Bank Jatim pertumbuhan DPK memang masih lebih kencang dibandingkan kredit. Sampai dengan akhir Oktober 2018 tercatat total DPK berhasil tumbuh hingga 9,2% menjadi Rp 52,42 triliun, sebaliknya kredit baru tumbuh 7,23% yoy menjadi Rp 33,34 triliun.

Melihat LDR yang masih cukup longgar, Bank Jatim memperkirakan ruang pertumbuhan kredit masih besar tahun depan dengan target kredit naik hingga 10% yoy. Sementara LDR di tahun depan diperkirakan masih bisa dijaga di level yang sama dengan tahun ini.

Setali tiga uang, satu-satunya bank syariah BUKU III yaitu PT Bank Syariah Mandiri juga mengamini kalau likuiditas di pasar terutama BUKU III terasa mengalami pengetatan. Hanya saja, Direktur Keuangan Mandiri Syariah Ade Cahyo Nugroho bilang kalau memakai perhitungan RIM (rasio intermediasi makroprudensial), likuiditas Bank Mandiri Syariah masih aman di level 80%.

"Kami masih punya kelonggaran tapi kita bisa memahami trennya agak mengetat, persaingan DPK makin ketat. Kelihatan dari tingkat suku bunga deposito (tinggi)," katanya saat ditemui di Jakarta, Kamis (29/11). 

Menurutnya, Mandiri Syariah seperti kebanyakan bank lainnya memiliki segmentasi pasar tersendiri. Hal ini pun bisa dimaksimalkan bank sebagai manuver untuk meredam perang suku bunga akibat pengetatan likuiditas.

"Strategi kami memang dorongnya di transaction banking, di CASA. Karena itu yang paling stabil tidak tergantung perubahan suku bunga," ujarnya. Ade menambahkan seiring dengan ekspansi pembiayaan, maka kemungkinan di tahun depan rasio likuiditas bank akan naik. Khusus Mandiri Syariah, pihaknya memprediksi RIM akan naik ke level 83%-85% di tahun depan.

Posisi tersebut memakai asumsi pertumbuhan pembiayaan dan DPK Mandiri Syariah ada di kisaran 11%-12%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi