JAKARTA. Momentum puasa dan Lebaran mendatangkan berkah tersendiri emiten di sektor ritel. Seperti tahun-tahun sebelumnya, penjualan emiten di sektor tersebut selalu melonjak saat bulan penuh berkah itu datang. Analis Danareksa Sekuritas, Anindya Saraswati mengatakan, pada bulan puasa hingga Lebaran, sejumlah emiten bahkan bisa mendulang penjualan hingga 30% dari total penjualan selama setahun penuh. Meski tidak bisa digeneralisasi, emiten yang menyasar pasar menengah ke bawah akan lebih banyak mendulang kenaikan penjualan. Secara spesifik, analis Reliance Securities Christine Natasya menambahkan, ada kenaikan permintaan yang signifikan di produk garmen dan makanan selama bulan Ramadan. Permintaan kian tinggi karena banyak pula masyarakat lain yang memanfaatkan momentum ini untuk berberbelanja.
Christine mencatat, peningkatan penjualan sudah terlihat sejak awal Ramadan. "Penjualan fast moving consumer goods naik 30% dan akan terus berlanjut hingga Lebaran," ujarnya. Secara keseluruhan, Christine melihat, porsi permintaan bisa meningkat antara 30%-150% daripada bulan-bulan lainnya. Nah, penjualan ritel sepanjang Ramadan dan Lebaran itu, kata Anindya, akan tercermin di laporan keuangan emiten sektor ritel di kuartal III 2013 nanti. Menurut dia, emiten yang diuntungkan antara lain PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan PT Aces Hardware Indonesia Tbk (ACES). RALS semisal, kata Anindya, penjualan selama puasa dan Lebaran memberikan porsi hingga 30% dari pendapatan perusahaan itu. Namun, saham RALS tidak masuk dalam daftar saham syariah. Sedangkan, bisnis MAPI dan ACES, relatif stabil dan tidak banyak terpengaruh efek kenaikan inflasi. Sebab, emiten itu menyasar segmen menengah ke atas. Namun, bukan berarti pula, inflasi tak berpengaruh apa-apa ke emiten sektor ritel. Inflasi tinggi tetap menghantui bagi emiten sektor ritel, karena bisa akan menggerus daya beli masyarakat. Namun, "Yang paling terasa segmen
low-end," ujarnya. Selain itu, beban emiten sektor ritel juga bertambah karena kenaikan upah, tarif dasar listrik, dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Untuk mengurangi beban operasional, emiten sektor ini sudah mengerek harga jual, namun tidak terlalu besar. Kepala Riset Bahana Securities, Harry Su dalam risetnya 16 Juli 2013, mencontohkan, harga jual rata-rata produk di supermarket hanya naik sekitar 6,5%. Menurut dia, kompetisi yang sangat ketat di supermarket menjadi penyebab produsen dan penjual tidak terlalu tinggi menaikkan harga jual. Namun, Harry mencermati, PT Hero Supermarket Tbk (HERO) justru menaikkan harga cukup tinggi, sehingga hampir menyaingi harga di Farmers Market milik PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC). Keputusan HERO ini, menurut dia, tidak tepat, mengingat konsumen HERO di bawah segmen pasar RANC.
Maka itu, Harry pun memangkas target harga HERO menjadi Rp 2.950 per saham. Harga ini merefleksikan rasio harga berbanding laba bersih per saham atau
price to earnings ratio (PER) tahun 2014 sebanyak 27 kali. Sebelumnya, Harry mematok harga HERO di level Rp 3.300 per saham. Christine yakin, meski inflasi cenderung naik, tapi tidak berpengaruh besar ke daya beli konsumen di sektor ritel. "Karena untuk hari raya, daya beli tetap akan tinggi dan tidak akan terlalu terpengaruh inflasi," terangnya. Untuk sektor ritel ini, Christine memilih saham MAPI sebagai jagoannya. Ia menilai, prospek MAPI cukup bagus karena emiten ini cukup ekspansif membuka gerai baru. "Ekspansi MAPI membuka banyak gerai akan menambah pendapatan berulang alias recurring income," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yuwono Triatmodjo