KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak diprediksi mampu melanjutkan kenaikan hingga sisa akhir 2019. Meskipun begitu, tren bullish pada harga minyak dinilai belum terlalu kuat. Mengutip
Bloomberg pada perdagangan Rabu (11/9) pukul 17.21 WIB, harga minyak jenis
West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Oktober 2019 di New York Mercantile Exchange (Nymex) ada di US$ 58,13 per barel, naik 1,27% dari sehari sebelumnya yang ada di US$ 57,40 per barel. Sedangkan untuk harga minyak
Brent di ICE Futures kontrak pengiriman November 2019 ada di US$ 63,05 per barel, naik 1,07% dari sehari sebelumnya yang ada di US$ 62,38 per barel.
President Commissioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menjelaskan, struktur harga yang terbentuk pada WTI dan
Brent masih memiliki kecenderungan naik. Ini mengingat, posisi harga saat ini sudah berada di atas rata-rata harga puncak perdagangan bulan lalu. "Sedikit banyak harga minyak tertolong sentimen positif pasar terhadap harga minyak di tahun depan," jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (11/9).
Baca Juga: Harga minyak meningkat 8% dalam lima hari perdagangan terakhir Apalagi, Amerika tengah berusaha meningkatkan pasokan inventarisnya dengan produksi di luar kapasitas dari biasanya. Sutopo memandang situasi tersebut tampak semacam politik dagang untuk menciptakan harga tetap murah. Sementara itu, negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC juga masih mempertahankan angka produksinya, bersama-sama dengan negara industri minyak lainnya untuk menjaga harga tetap di atas US$ 50 per barel. Alhasil terdapat semacam tensi perdagangan pada industri minyak, karena logikanya siapa yang menguasai minyak akan menguasai dunia. Di sisi lain, China juga memiliki investasi besar dengan mengadakan kontrak dengan minyak dan gas Iran. Langkah tersebut, sekaligus untuk memanfaatkan embargo Amerika dan keterbatasan Teheran. "China bermain dengan apik dengan menukar
coupling untuk membendung dominasi Barat," ungkapnya.
Baca Juga: Harga minyak terus naik, Arab Saudi beri sinyal pemotongan pasokan OPEC berlanjut Dengan begitu, HFX Indonesia Berjangka memprediksi pergerakan harga minyak bulan ini kemungkinan bakal bergerak di kisaran US$ 60 per barel hingga US$ 60,25 per barel setidaknya sampai akhir bulan. Adapun kemungkinan pergerakan harga hingga akhir tahun mencapai US$ 65 per barel.
Secara tren, pergerakan harga minyak belum menunjukkan tren naik yang valid, namun sentimen pasar dan suhu politik Timur Tengah selalu berubah-ubah. Kemungkinan pergeseran minat ke arah yang lebih tinggi belum akan terjadi untuk dalam waktu dekat. Sutopo merekomendasikan investor untuk saat ini melakukan
averaging buy ketika harga bergerak di bawah US$ 55 per barel. Ini dengan kecenderungan bahwa harga akan terus menanjak hingga akhir tahun menuju level US$ 60 per barel hingga US$ 65 per barel. "Indikator
candle stick mingguan dan bulanan, menunjukkan kekuatan
buyer yang lebih kuat menuju level US$ 60,75 per barel. Ini mengindikasikan
bullish yang belum terlalu kuat," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi