Bulog akan investasi bibit sapi di Australia



JAKARTA. Gonjang ganjing harga daging menjadi alasan Perum Bulog masuk ke bisnis peternakan sapi. Perum Bulog berencana membangun pembibitan sapi alias breeding farm di Australia. Perkiraan nilai investasi pembibitan sapi ini mencapai US$ 600 juta atau sekitar Rp 6 triliun.

Kini Bulog sedang menjajaki dengan beberapa perusahaan sehubungan dengan niat investasi tersebut. Salah satu perusahaan yang sudah diajak adalah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yaitu untuk membentuk perusahaan patungan. "Biaya membangun peternakan pembibitan sapi hingga slaughter house atau rumah potong hewan (RPH) butuh biaya besar," kata Sutarto Alimoeso, Direktur Utama Perum Bulog, kemarin.

Menurut Sutarto, keberadaan breeding centre di luar negeri lebih menjamin rantai pasokan daging sapi ketimbang mengimpor daging beku. Cara ini, menurut Sutarto, juga sudah dilakukan oleh Malaysia dan Brunei Darussalam.


Ia memilih Australia karena di benua tersebut, masih ada lahan cukup luas. Bulog tidak bisa melakukannya di dalam negeri justru karena tersandung persoalan lahan ini. "Membuat opsi membangun pembibitan sapi di sana lebih masuk akal," kata Sutarto.

Dengan memiliki peternakan di Australia, Indonesia bakal memiliki produksi sapi bakalan sendiri. Bibit dari breeding farm di Australia itu bisa menjadi pemasok sapi bakalan penggemukan di feedlot dalam negeri.

Secara ekonomi, hitungan bisnis untuk pemeliharaan sapi cukup murah yakni sekitar US$ 75 per ekor sejak lahir hingga siap masuk penggemukan. Pemeliharaannya juga mudah. Sebab, sapi hanya dibiarkan lepas merumput. "Seekor sapi kira-kira perlu 2 hektare padang rumput," katanya.

Impor khusus

Jika rencana tersebut bisa direalisasikan, Sutarto berharap pemerintah tidak menghitung sapi bakalan ini sebagai produk impor. Alasannya, sapi-sapi tersebut masih milik Indonesia meski dihasilkan dari peternakan luar negeri.

Apabila Indonesia kelebihan stok sapi, peternakan milik Bulog ini bisa menyalurkannya ke feedlot di Australia dan dijual ke negara lain. "Jangan sampai mempersulit seperti tidak boleh memasukan," kata Bulog.

Untuk berbisnis ini, kata Sutarto, Bulog tidak meminta dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Murni dari anggaran Bulog sendiri," kata Sutarto. Dia berharap, ladang bisnis baru ini akan berkontribusi terhadap pendapatan dan laba Bulog.

Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan menyambut baik rencana tersebut. Menurut dia, pembangunan peternakan pembibitan sapi adalah salah satu instrumen untuk melakukan intervensi harga. "Intervensi bisa dilakukan jika pemerintah menguasai stok," katanya.

Bahkan, pemerintah tidak akan membatasi kuota hasil budidaya sapi tersebut. Cuma, untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan, pemerintah meminta jaminan dan kepastian bahwa seluruh sapi tersebut memang merupakan hasil peternakan milik Bulog. "Jangan-jangan banyak yang menumpang supaya bebas bea masuk saja," cetus Rusman.

Selain menyiapkan investasi breeding farm, Bulog juga masih disibukkan oleh impor daging. Bulog mendapatkan izin impor daging beku sebanyak 3.000 ton. Khusus menjelang Ramadan dan Lebaran, Bulog menyiapkan impor daging beku 1.903 ton.

Sejauh ini, realisasi penyerapan daging Bulog cukup rendah. Sampai Selasa (30/7), Bulog sudah mengimpor 576 ton daging beku. Namun, yang terserap oleh pasar hanya 71 ton atau sekitar 12,33% dari stok yang ada. Bulog khawatir dagingnya tidak akan habis terjual. Sebab pada saat Lebaran banyak orang di Jakarta yang pulang kampung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fitri Arifenie