Bulog fokus bisnis beras komersial



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini bisa menjadi tahun terakhir bagi Perum Bulog mendapat penugasan pemerintah untuk menyalurkan beras sejahtera (rastra). Sebab dengan perubahan sistem penyaluran rastra menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), maka keluarga penerima manfaat bisa mendapatkan kebutuhan beras tidak hanya di Bulog saja.

Untuk itulah perusahaan pelat merah ini pelan tapi pasti mulai mengubah strategi bisnisnya pada tahun depan dengan meningkatkan serapan beras komersial. Menurut Direktur Komersial Bulog Tri Wahyudi Saleh, target serapan beras komersial Bulog pada tahun 2018 mencapai 700.000 hingga 1 juta ton.

Padahal, setiap tahun, Bulog selalu mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk menyerap beras petani sebesar 3 juta ton. Dari jumlah itu sekitar 2,5 juta ton akan disalurkan dalam program rastra. Bantuan ini menjadi bagian dari program bantuan sosial (bansos) pemerintah.


Untuk tahun ini Bulog menargetkan penyerapan beras sebesar 3,7 juta ton. Dari target itu hingga Rabu (20/12), realisasinya baru 2,16 juta ton. "Meski tak menyalurkan rastra, tapi tahun depan Bulog akan tetap menyerap gabah dan beras," tambah Tri.

Karena perubahan mekanisme bansos non tunai baru berubah tahun depan, maka untuk tahun ini target penyerapan beras Bulog masih ditujukan untuk rastra dengan berpatokan pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Alasan itulah yang membuat Bulog tak maksimal penyerapan beras dan gabah petani. Apalagi harga gabah terus meningkat sepanjang tahun ini.

HPP ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 tahun 2015. Beleid itu mengatuh HPP untuk gabah kering panen (GKP) adalah sebesar Rp 3.700 per kg. Sedangkan untuk HPP gabah kering giling (GKG) petani Rp 4.650/kg dan HPP beras Rp 7.300/kg. Untuk menyiasati kenaikan harga gabah dan beras, Bulog melakukan relaksasi harga hingga 10% dari HPP.

Tren kenaikan harga gabah dan beras juga menjadi tantangan bagi Bulog tahun depan. Apalagi dengan fokus pada beras komersial, berarti Bulog bakal bersaing perusahaan swasta. Tri yakin bisa bersaing karena Bulog memiliki jaringan yang luas dan infrastruktur yang memadai.

Pengamat Pertanian Husein Sawit mengatakan, dengan tak adanya penyaluran rastra pada tahun depan, maka Bulog bisa menyetok gudang berasnya untuk cadangan beras pemerintah saja. Dengan begitu maka jumlah cadangan beras untuk intervensi pasar cukup sebesar 300.000 ton.

Tetap impor daging

Agar kinerja keuangan tetap bagus tahun depan, selain bertumpu pada bisnis beras komersial, Bulog juga akan tetap menjalankan bisnis daging kerbau. Apalagi izin impor daging kerbau asal India yang telah dikantongi sejak tahun 2016 bakal berlanjut hingga tahun depan.

Pada tahun depan Bulog memperoleh izin impor daging kerbau beku sebesar 50.000 ton. Izin ini diberikan sebagai antisipasi terhadap lonjakan harga daging di pasaran jelang Lebaran 2018.

Izin itu akan menamlah stok daging kerbau beku yang saat ini dimiliki Bulog sebanyak 21.000 ton. Menurut Tri, stok tersebut masih cukup sebagai persediaan selama Januari dan Februari 2018. Dia bilang, rata-rata jumlah daging yang keluar dari Bulog sebanyak 5.000– 6.000 ton per bulan.

Di luar izin impor menyambut Lebaran tahun depan, Bulog juga telah mengajukan izin impor daging kerbau beku sebanyak 31.000 ton untuk digunakan sepanjang 2018.

Meski sudah mendapatkan persetujuan impor dari rapat koordinasi terbatas (rakortas), namun Tri belum mengetahui kapan daging kerbau beku akan dimulai masuk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini