JAKARTA. Masih tingginya harga gula di pasar internasional membuat Bulog pesimis mampu memenuhi seluruh kuota impor besar sebesar 60.000 ton sampai akhir tahun ini. Deddy S. Kodir, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha Perum Bulog mengatakan tingginya harga gula di pasar dunia menyebabkan tertundanya impor yang semestinya sudah rampung akhir tahun ini. “Harga gula ini masih sangat tinggi, kemarin sempat turun namun sekarang naik lagi, impor tidak mungkin dilakukan sekarang karena harga masih selangit sekitar US$ 800 per metric ton,” katanya Senin (6/12) di Jakarta. Harga itu bakal lebih tinggi sebab nilai harga itu masih FOB belum ditambah biaya asuransi dan bea masuk sebesar Rp 700 per kilo. Oleh karena itu ia mengharapkan agar pemerintah membebaskan biaya bea masuk impor gula untuk menurunkan beban impor sehingga harga yang didapat lebih rendah. Harga yang tinggi, menurut Deddy juga disebabkan karena Indonesia yang belum mengadakan perjanjian (MoU) dengan dengan negara eksportir gula seperti Thailand, Brazil dan India. “Rencananya menteri perdagangan akan jajaki India untuk mencari stok gula,” kata dia.Bulog akan menunggu harga dunia turun menyamai harga lelang dalam negeri sekitar Rp 9.300-Rp 9.500 untuk melakukan pembelian. Sehingga walau tertunda, Bulog memperkirakan gula impor akan mulai masuk Januari sampai pertengahan April 2011.Sementara itu Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar berharap keputusan pemerintah untuk menjadikan Bulog sebagai pembeli penuh atau offtaker hasil produksi gula PTPN dan RNI membuat harga gula dalam negeri stabil. "Mungkin efektif 2011, tergantung kesiapan Bulog. Kalau ini dibeli semua oleh Bulog, maka akan ada stok sekitar 600.000 ton," katanya.Mustafa menambahkan, sebenarnya keputusan itu sudah ditandatangani November 2010 lalu, sehingga pada tahun 2010, Bulog sudah bisa difungsikan sebagai pembeli penuh gula PTPN. "PTPN memiliki sekitar 34% total produksi gula, mereka tinggal menunggu kondisi, termasuk posisi impor," katanya. Selain untuk bisnis, keputusan ini diambil untuk menjadikan Bulog sebagai sebagai penyangga stabilisasi gula. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bulog menunda impor karena terkendala harga tinggi
JAKARTA. Masih tingginya harga gula di pasar internasional membuat Bulog pesimis mampu memenuhi seluruh kuota impor besar sebesar 60.000 ton sampai akhir tahun ini. Deddy S. Kodir, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha Perum Bulog mengatakan tingginya harga gula di pasar dunia menyebabkan tertundanya impor yang semestinya sudah rampung akhir tahun ini. “Harga gula ini masih sangat tinggi, kemarin sempat turun namun sekarang naik lagi, impor tidak mungkin dilakukan sekarang karena harga masih selangit sekitar US$ 800 per metric ton,” katanya Senin (6/12) di Jakarta. Harga itu bakal lebih tinggi sebab nilai harga itu masih FOB belum ditambah biaya asuransi dan bea masuk sebesar Rp 700 per kilo. Oleh karena itu ia mengharapkan agar pemerintah membebaskan biaya bea masuk impor gula untuk menurunkan beban impor sehingga harga yang didapat lebih rendah. Harga yang tinggi, menurut Deddy juga disebabkan karena Indonesia yang belum mengadakan perjanjian (MoU) dengan dengan negara eksportir gula seperti Thailand, Brazil dan India. “Rencananya menteri perdagangan akan jajaki India untuk mencari stok gula,” kata dia.Bulog akan menunggu harga dunia turun menyamai harga lelang dalam negeri sekitar Rp 9.300-Rp 9.500 untuk melakukan pembelian. Sehingga walau tertunda, Bulog memperkirakan gula impor akan mulai masuk Januari sampai pertengahan April 2011.Sementara itu Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar berharap keputusan pemerintah untuk menjadikan Bulog sebagai pembeli penuh atau offtaker hasil produksi gula PTPN dan RNI membuat harga gula dalam negeri stabil. "Mungkin efektif 2011, tergantung kesiapan Bulog. Kalau ini dibeli semua oleh Bulog, maka akan ada stok sekitar 600.000 ton," katanya.Mustafa menambahkan, sebenarnya keputusan itu sudah ditandatangani November 2010 lalu, sehingga pada tahun 2010, Bulog sudah bisa difungsikan sebagai pembeli penuh gula PTPN. "PTPN memiliki sekitar 34% total produksi gula, mereka tinggal menunggu kondisi, termasuk posisi impor," katanya. Selain untuk bisnis, keputusan ini diambil untuk menjadikan Bulog sebagai sebagai penyangga stabilisasi gula. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News