JAKARTA. Pasar beras kembali bergoyang. Kali ini episentrumnya berasal Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) yang menaikkan harga pembelian gabah dan beras petani 10%-11% dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Rencana itu tertuang dalam Surat Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti kepada seluruh Kepala Divisi Regional (Kadivre) Bulog. Surat yang diteken 4 Agustus 2017 yang diterima KONTAN membolehkan Bulog daerah membeli Gabah Kering Giling (GKG) sebesar Rp 5.115 per kilogram (kg). Harga ini berselisih Rp 515 per kg atau 11,2% di atas HPP yang senilai Rp 4.600 per kg. Pun harga beli beras juga dinaikkan menjadi Rp 8.030 per kg atau 10% di atas HPP beras yang sebesar Rp 7.300 per kg.
Bulog menaikkan harga pembelian itu untuk memenuhi target penyerapan gabah setara 850.000 ton beras periode 7 Agustus-31 Desember 2017. Dengan asumsi target itu, Bulog membutuhkan dana Rp 6,82 triliun atau Rp 620 miliar di atas alokasi pembelian menggunakan HPP. Nah, mengutip salinan surat Dirut Bulog, selisih harga tersebut akan dibiayai dana cadangan stabilitas harga pangan. Direktur Pengadaan Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh membenarkan ihwal penugasan tersebut. Namun ia mengatakan proses pengadaan ini masih dibahas. "Kami sebagai operator hanya melaksanakan penugasan pemerintah," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (6/7). Tak urung niat Bulog ini memicu tanda tanya. Merujuk data Kementerian Pertanian, produksi gabah terus naik. Seharusnya Bulog tak perlu menaikkan harga beli untuk menyerap gabah karena produksi berlimpah. Tri Wahyudi menepis anggapan itu dan menandaskan, bahwa Bulog memiliki stok 1,7 juta ton setara beras dan cukup untuk memenuhi beras masyarakat sejahtera sampai Maret 2017. Bulog juga membeli gabah 10.000 ton-15.000 ton setara beras per hari.