KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perum Bulog dan Kementerian Pertanian (Kementan) berbeda soal data stok beras di lapangan. Bulog mengaku hanya mampu membeli 166.000 ton beras dari hasil data yang diberikan Kementan sebesar 610.632 ton yang tersebar di 22 provinsi. Bulog mengatakan, di lapangan, ketersediaan beras tak sebanyak yang diklaim Kementan.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) mengatakan, pengecekan dilakukan bersama Satgas Pangan, TNI, Dinas Pertanian setempat, dan masyarakat tani.
Baca Juga: Perpadi Dorong Revitalisasi Penggilingan Padi Ketimbang Membangun Baru Dari hasil pengecekan Bulog bersama tim di lapangan, ada penggilingan yang sudah kontrak dengan Bulog sejumlah 3.000 ton. Namun dalam data Kementan penggilingan tersebut menyanggupi 30.000 ton. Saat didatangi Bulog dan lainnya, barang tidak tersedia sebanyak itu. Selain itu, ia juga mengungkap bahwa ada penggilingan yang menaikkan harta secara sepihak. "Karena penggilingan itu ditanya, kamu kan kontrak sama kita (Bulog) kemarin harganya Rp 10.200, kenapa harganya sekarang Rp 11.000 disuruh itu. Yang nyuruh siapa? Ya nanti saja lebih baik itu disikapi oleh hukum. Karena Satgas Pangan sudah mencatat, rekamannya sudah ada. Saya minta ditindak secara hukum karena jangan membohongi, ini menyangkut masalah perut masyarakat Indonesia," jelas Buwas. Sementara itu, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, data yang digunakan Kementerian Pertanian berdasarkan pada data pusat statistik (BPS).
Baca Juga: Badan Pangan Nasional Ungkap Sudah Beli 200.000 Ton Beras dari Luar Negeri Selain data BPS yang menjadi acuan negara, Kementan juga menggunakan
standing crop, digitalisasi dan laporan Bupati di tiap daerah dalam verifikasi lapangan. Akan tetapi Syahrul mengatakan, di lapangan biasanya terjadi dinamika momentum. "Tetapi dinamika momentum harus diperhatikan semua, karena bukan hanya produktivitas dan ketersediaan, masalah bagaimana jaga momentum dalam masyarakat. Keterjangkauan harus menjadi bagian," kata Syahrul usai Rapat Kerja. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli