JAKARTA. PT Bumi Asih Jaya tidak menerima keterangan saksi ahli yang diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan karena tidak memiliki kapasitas di bidang perasuransian. Kuasa hukum PT Bumi Asih jaya, Sabas Sinaga menyayangkan saksi ahli dari OJK tersebut yang telah menyatakan dirinya di depan hadapan majelis hakim bahwa dirinya hanya ahli di dalam bidang pailit. Padahal perkara kepailitan ini melibatkan perusahaan asuransi sehingga sangat berbeda dengan usaha lainnya. "Kami sangat menyayangkan tetapi tetap menghargai ahli yang telah diajukan OJK tersebut," ujar Sabas, akhir pekan ini.
Ia berpendapat yang diperjanjikan dalam perasuransian adalah resiko, dalam perkara ini merupakan jiwa. Perusahaan asuransi akan membayarkan klaim secara penuh kendati pemegang polis baru membayarkan preminya sebagian. Manfaat asuransi atau kompensasi yang diberikan adalah imbal hasil investasi dari perusahaan. Sehingga menurutnya hal ini yang tidak bisa disamakan dengan utang seperti yang berasal dari transaksi. Selain itu, Ia juga menegaskan bahwa bahwa klaim asuransi bukanlah utang dan pemegang polis tidak bisa disebut kreditur. Sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Undang-undang No 4 Tahun 2014 tentang perasuransian menyebutkan klaim asuransi adalah tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang mempunyai hak atas manfaat dari adanya perjanjian asuransi. "Di persidangan berikutnya kami akan ajukan bukti tambahan, menghadirkan saksi fakta dan ahli di bidang perasuransian," ujar Sabas. Di dalam persidangan, saksi ahli yang dihadirkan OJK adalah Hadi Subhan, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Ia dengan jelas menyatakan bahwa dirinya adalah ahli di bidang kepailitan. "Saya bukan ahli di bidang perasuransian tetapi berkompeten untuk menjawab masalah kepailitan," ujar Hadi dalam persidangan, Rabu (1/4). Ia menjelaskan bahwa utang tidak hanya timbul berdasarkan perjanjian terkait uang. Namun, menurutnya, utang bisa juga muncul akibat dari perikatan antar pihak seperti yang tertulis di pasal 1 angka 6 Undang-undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dalam pasal 1 angka 22 Undang-undang Perasuransian dijelaskan bahwa pemegang polis adalah pihak yang mengikatkan diri berdasarkan perjanjian dengan perusahaan asuransi untuk mendapatkan perlindungan atau pengelolaan atas resiko dirinya, tertanggung atau peserta lain. Hadi berpendapat utang dalam perusahaan asuransi dapat timbul dari kewajiban pembayaran klaim nasabahnya yang telah menyepakati perjanjian pertanggungan resiko. Seperti pengembang yang tidak membangun propertinya padahal sudah memperoleh pembeli. Secara terpisah, kuasa hukum OJK, Tongam L. Tobing menegaskan bahwa termohon memang mempunyai utang. Menurutnya, sesuai dengan ketengan ahli, klaim asuransi sudah bisa dijadikan utang. "Sesuai dengan bukti yang telah kami ajukan, memang terbukti, termohon tidak memenuhi sejumlah klaim," ujar Tongam. Ia pun mengaku telah mengajukan 50 bukti tambahan yang menunjukkan bahwa termohon juga memiliki utang klaim nasabah kepada PT Bank Mandiri Tbk. Sejumlah nasabah tersebut merupakan pengguna dari fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah yang asuransi jiwanya ditanggung oleh termohon.