BUMI: Kami tidak bisa bayar utang dengan tunai



JAKARTA. Manajemen PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menegaskan pihaknya tidak sanggup jika harus menyelesaikan utang dengan membayar tunai. Padahal, ada beberapa kreditur yang menolak pinjamannya dibayar dengan saham. 

"Kami tidak bisa bayar cash (tunai), karena bisnis batubara masih buruk, bahkan tahun depan pun diperkirakan masih terpuruk," ujar Andrew Christopher Beckham, Direktur Keuangan BUMI, Rabu (26/11). 

Padahal, sebelumnya, Ari Saptari Hudaya, Direktur Utama BUMI bilang, Beberapa kreditur tidak mau menerima pembayaran utang dalam bentuk saham. Kreditur-kreditur yang dimaksud adalah Axis Bank Limited, Credit Suisse, Deutsche Bank, UBS AG, dan China Development Bank (CDB).


BUMI memiliki kewajiban untuk membayar utang kepada Axis Bank Limited Facility 2011 senilai US$ 140 juta, Deutsche Bank 2011 Facility sebesar US$ 54 juta, China Development Bank Facility sebesar US$ 600 juta, dan UBS AG senilai US$ 62,5 juta. 

Sedangkan, utang kepada Credit Suise terbagi dalam dua fasilitas yaitu Credit Suisse 2010 Facility-2 (Amended & Restated) senilai US$ 117,5 juta dan Credit Suisse Facility-2014 sebesar US$ 114,31 juta.

Sehingga, total pinjaman dari lima kreditur itu mencapai US$ 1,08 miliar. Beberapa waktu lalu, emiten batubara milik Grup Bakrie ini  meneken perjanjian jual beli saham bersyarat (CSPA) dengan Jainson Holding Hong Kong Limited atas 50% saham PT Fajar Bumi Sakti.

Nilai penjualan sekitar US$ 130 juta. Andrew menargetkan, pelepasan aset ini akan akan rampung pada kuartal I-2015 mendatang. Ia bilang, dana hasil penjualan FBS akan digunakan untuk membayar utang. Namun, ia belum bisa bilang utang yang mana yang akan diselesaikan.

"Kami harus melakukan equal treatment kepada para kreditur," tukas Andrew. 

Seperti diketahui, BUMI tengah melakukan negosiasi dengan para kreditur. Tidak hanya dengan kreditur obligasi, melainkan kreditur dari lembaga keuangan. Total nilai utang yang direstrtukturisasi mencapai Rp 45 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia