BUMI sukses konversi utang Rp 35 triliun



JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menuntaskan seluruh proses rights issue dan obligasi wajib konversi (OWK) senilai Rp 35,07 triliun. Aksi korporasi ini terserap seluruhnya (fully subscribed) oleh pembeli siaga yang tak lain adalah kreditur BUMI.

Dari hasil penjatahan yang dicatatkan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), terjadi konversi 28,74 miliar hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) seri A. Selain itu, terjadi konversi 8,45 triliun HMETD seri B yang dapat ditukar menjadi OWK. Jadi, jumlah saham BUMI di Bursa Efek Indonesia (BEI) kini membengkak menjadi 65,37 miliar saham.

Dileep Srivastava, Direktur & Sekretaris Perusahaan BUMI, mengatakan, rights issue ini sekaligus menandakan proses restrukturisasi utang BUMI sekitar US$ 2,6 miliar berlangsung sukses. Utang BUMI yang sebelumnya mencapai US$ 4,2 miliar akan berkurang 61% jadi US$ 1,6 miliar.


Dileep menambahkan, hasil pemangkasan utang ini akan terlihat di laporan keuangan kuartal III-2017 mendatang. "Laba dan ekuitas diharapkan menjadi positif," ujar dia kepada KONTAN, Kamis (27/7).

Bagaimana komposisi pemegang saham BUMI setelah rights issue? Dileep bilang, sebagian besar rights memang diserap kreditur. Efek dilusi rights issue mencapai 50,84%, dus kepemilikan saham publik terpangkas dari 67,11% menjadi 37,6%.

Porsi saham Long Haul Holdings Ltd, kendaraan investasi Grup Bakrie, juga terdilusi. Dileep bilang, porsi Grup Bakrie di saham BUMI melalui kendaraan investasinya mencapai 33%-35%. "Kepemilikan Grup Bakrie dari Long Haul sekarang turun menjadi 17%," imbuh dia. Meski porsi saham turun, Grup Bakrie tetap jadi pengendali BUMI.

Kreditur BUMI akan memiliki 44% saham. Sebelum ini, kreditur sudah menempatkan perwakilan sebagai direktur dan komisaris BUMI.

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital, mengatakan, kepemilikan Grup Bakrie yang turun, akan membuat pengambilan keputusan terhadap BUMI makin dinamis dan transparan. Ini karena BUMI juga akan diawasi oleh kreditur secara langsung.

Poinnya adalah pengelolaan BUMI harus bagus dan mengacu pada tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG). Sebab, persoalan inilah yang acap disorot.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini