KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sejumlah emiten BUMN Karya saat ini menghadapi masalah likuiditas. Selain itu, BUMN juga tercatat masih melakukan restrukturisasi utang. PT Waskita Karya Tbk (WSKT) saat ini menghadapi potensi delisting saham dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Potensi suspensi tersebut disebabkan oleh kerugian yang masih dialami WSKT dan ketidakmampuan Perseroan dalam membayarkan utang obligasi di tanggal jatuh tempo. PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) juga tengah melakukan upaya untuk memperbaiki likuiditas Perseroan. Salah satunya dengan berfokus pada proyek mekanisme progress payment. Dengan kontrak seperti itu, WIKA meyakini bisa melakukan capital recycle dengan membutuhkan modal kerja yang minimal.
Baca Juga: Simak Strategi BNI Untuk Mencapai Target ROE 18% Pada 2025 Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, likuiditas BUMN tergantung setoran tambahan dalam bentuk penyertaan modal dan rencana merger BUMN Karya. Kesulitan likuiditas bisa bersumber dari banyak hal, antara lain cost over run, serta terlalu banyak proyek yang dikerjakan, sehingga cash flow tidak terkelola dengan baik. “Lalu, kapasitas untuk melaksanakan proyek terbatas, serta memiliki banyak kepemilikan proyek, properti, dan jalan tol yang cashflow-nya jangka panjang sekali,” ujarnya kepada Kontan, Senin (27/11). Menurut Budi, progres proyek Ibu Kota Negara (IKN) tergantung yang menang dalam pemilu. Proyek IKN harusnya lebih realistis melihat kondisi tanah dan infrastruktur, serta market di IKN-nya. Sehingga, masih terlalu awal untuk melihatnya. “Untuk strategi, BUMN Karya seharusnya fokus ke pekerjaan konstruksi dan jasa pembangunan saja dan jangan jadi project owner,” tuturnya.
Baca Juga: Kampanye Pemilu Dimulai Pekan Depan, Analis Jagokan Sejumlah Saham Konsumer Ini Analis Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei melihat, secara likuiditas memang beberapa emiten BUMN Karya menghadapi masalah utang. “Sehingga, tentu akan lebih sulit untuk memperoleh proyek baru, sampai masalah likuiditas dapat dikurangi baik dengan cara refinancing maupun penyertaan modal,” ungkapnya kepada Kontan, Senin (27/11). Masalah likuiditas BUMN Karya disebabkan oleh pembayaran proyek yang dilakukan di akhir (turnkey). Sehingga, kontraktor harus menyediakan modal kerja dengan utang. “Proyek IKN nantinya akan memberikan dampak positif, karena pembangunan infrastruktur dan fasilitas memang sedang dikerjakan,” tuturnya.
Baca Juga: Laba Bersih BRI (BBRI) Naik Didorong Kredit Mikro, Simak Rekomendasi Sahamnya Menurut Jono, untuk menyehatkan likuiditas dan cashflow, BUMN Karya bisa melakukan penyertaan modal, refinancing utang, atau divestasi aset. “Lalu, BUMN Karya harus lebih selektif memilih proyek yang akan dikerjakan. Sebab, setiap proyek tentu memiliki waktu pengerjaan yang berbeda dan akan mempengaruhi cashflow kontraktor,” paparnya. Baik Budi maupun Jono belum memberikan rekomendasi untuk saham emiten BUMN Karya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli