KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor konstruksi tengah menghadapi lilitan utang jumbo. Tak khayal, permintaan penundaan pembayaran utang bakal dihadapi oleh beberapa perbankan sebagai kreditur. Saat ini, beberapa BUMN yang bergerak di sektor konstruksi ini sedang menghadapi jatuh tempo utang yang sudah dekat. Ambil contoh, PT Wijaya Karya Tbk (
WIKA) yang memiliki beberapa utang yang perlu dibayar pada pertengahan tahun ini. Menilik laporan keuangan WIKA pada kuartal 1/2023, perusahaan memiliki utang hampir jatuh tempo di beberapa bank-bank milik negara (Himbara) yang perlu dibayarkan pada bulan Mei-Juni ini.
Di antaranya adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) dengan jatuh tempo sampai 20 Mei 2023, PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) dengan jatuh tempo sampai 23 Mei 2023, PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) dengan jatuh tempo sampai 10 Juni 2023, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (
BRIS) dengan masa jatuh tempo di 24 Juni 2023. Direktur Risk Management and Transformation BTN Setiyo Wibowo mengungkapkan bahwa menyebutkan bahwa saat ini memang ada beberapa kredit di BUMN sektor kontruksi memiliki risiko yang tinggi. Bahkan, ia menyebut saat ini beberapa portofolio kredit di BUMN sektor konstruksi sudah ada permintaan restrukturisasi. Hanya saja, ia enggan menyebut perusahaan apa saja yang meminta restrukturisasi. “Saat ini iya (NPL sektor konstruksi termasuk tinggi),” tambah Setiyo, akhir pekan kemarin.
Baca Juga: Likuiditas BUMN Karya Terbelit Arus Kas dan Utang Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa tidak semua portofolio kredit BTN di BUMN sektor konstruksi memiliki kondisi yang buruk, namun menurutnya ada yang penjualannya juga bagus. Sebagai informasi, utang BUMN kontruksi di BTN adalah semua yang terkait dengan properti, antara lain kredit real estate atau apartemen. Setiyo menambahkan mitigasi risiko yang dilakukan BTN untuk portofolio kredit yang memiliki tingkat risiko tinggi adalah menambah provisi. “Kalau sudah jadi debitur ya. Kalo belum ya, jangan masuk kesana,” tambahnya. Sementara itu, Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyebutkan bahwa Bank Mandiri telah menerapkan strategi mitigasi dan diversifikasi risiko untuk menjaga kualitas aset. “Untuk memitigasi risiko kosentrasi sektoral, Bank Mandiri juga telah menetapkan batasan eksposur sektoral melalui Industry Limit yang dimonitor secara berkala,” ujar Rudi. Rudi menyebut Bank Mandiri telah menyalurkan pertumbuhan kredit ke ekosistem konstruksi baik itu perusahan swasta maupun BUMN sebesar 8,8% YoY dengan NPL terjaga di level sebesar 0,44% pada periode tiga bulan pertama tahun ini. Berdasarkan data presentasi perusahaan Bank Mandiri pada Maret 2023, pertumbuhan penyaluran kredit wholesale perusahaan ke infrastruktur konstruksi mencapai Rp 5,1 triliun.
Baca Juga: Strategi WIKA Stabilkan Kinerja: Ajukan Penundaaan Bayar Utang dan Jaga Arus Kas Melihat kondisi yang terjadi pada BUMN di sektor konstruksi ini, Senior Faculty LPPI Moch Amin Nurdin mengungkapkan bahwa perlu ada kondisi khusus yang dilakukan oleh bank dan semuanya untuk melihat secara faktual, sehingga melihat bisnis kontruksi ini masih menjadi peluang yang baik untuk bank ke depan. Dalam hal ini, Amin menyebut perlu menjaga term pembayaran, kontrak, jaminan, model bisnis sampai dimana ada wanprestasi yang diagunkan oleh pengusaha itu benar-benar sesuai dengan yang seharusnya untuk menghidari risiko hukum, risiko reputasi maupu risiko strategis. “Kredit kontruksi ini bagian dari korporasi yang sophisticated sebenarnya,” tambahnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto