BUMN konstruksi ingin memperbesar kas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arus kas operasional yang masih negatif, membuat emiten BUMN konstruksi memutar cara untuk memperbaiki posisi kas. Sistem pembayaran proyek konstruksi yang umumnya bersifat turnkey, mengakibatkan arus kas emiten seret. Isu ini pun membuat saham-saham emiten konstruksi terus bertengger di zona merah.

PT Waskita Karya Tbk (WSKT) menjadi emiten dengan posisi kas negatif yang paling besar. Nilai kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi masih minus Rp 5,08 triliun. Sementara itu, arus kas PT Adhi Karya Tbk (ADHI) juga minus Rp 3,02 triliun. Nilai ini lebih tinggi dari posisi arus kas ADHI setahun sebelumnya yakni negatif Rp 1,9 triliun (lihat tabel).

Namun, manajemen ADHI memastikan bahwa perusahaan tersebut masih mampu untuk membiayai proyeknya, termasuk membiayai proyek light rail transit (LRT) senilai Rp 31 triliun. Saat ini, ADHI tengah berusaha mencari alternatif pendanaan untuk mendanai proyek.


Salah satu yang sedang dijajaki yakni menjaring dana dari Amerika Serikat. "Kami sedang memproses pinjaman langsung dari luar negeri," kata Haris Gunawan, Direktur Keuangan ADHI kepada KONTAN, Rabu (6/12).

Nantinya, ADHI akan bekerja sama dengan Moore Stephens untuk mencari pinjaman ini. Bank Mandiri juga akan dilibatkan dalam proses tersebut. Namun, Haris belum menyebut berapa nilai pinjaman yang diincar.

Manajemen WSKT mengakui, arus kas yang negatif disebabkan sistem pembayaran turnkey. Artinya, WSKT baru memperoleh pembayaran setelah pembangunan proyek selesai. "Hal ini membuat kondisi kas operasi kami minus," ujar Tunggul Rajagukguk, Direktur Keuangan WSKT.

Alhasil, selama ini WSKT harus mencari pendanaan sendiri. Meskipun arus kas operasional masih minus, Tunggul berkeyakinan posisi tersebut dapat ditutupi oleh pembiayaan lain. "Minusnya kas operasional kami sudah tertutupi oleh pembiayaan perbankan dan obligasi yang sudah kami terima sebelumnya," imbuh Tunggul.

Selain itu, WSKT akan mulai menerima pembayaran dari sejumlah proyek turnkey senilai Rp 12 triliun hingga Rp 15,7 triliun untuk periode tahun 2018 hingga tahun 2019.

Investasi jangka panjang

Akibat sentimen ini, pada perdagangan saham kemarin, saham ADHI, WIKA, WSKT, dan PTPP masih turun sekitar 3%-5%. Namun, Kepala Riset Indosurya Mandiri Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan, seharusnya pelaku pasar tak perlu khawatir terhadap saham BUMN konstruksi. "Kontrak mereka masih tetap berjalan, tidak ada yang mangkrak sehingga investor tak perlu khawatir," kata dia.

William yakin, keempat emiten ini masih punya kemampuan untuk mendanai proyeknya. Kas operasional juga masih bisa ditutupi dengan pinjaman atau aksi korporasi lainnya, seperti penerbitan obligasi.

Karena proyek emiten konstruksi bersifat jangka panjang, William lebih menyarankan untuk menjadikan saham sektor ini pilihan investasi jangka panjang. Penurunan harga saham juga bisa dimanfaatkan untuk mulai membeli saham-saham ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati